GELORA.CO - Mahkamah Konstitusi telah membacakan putusan terhadap perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024. Lima hakim konstitusi sepakat menolak gugatan yang diajukan paslon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; dan paslon nomor urut 03, Ganjar Pranowo-mahfud MD.
Sedangkan tiga hakim mengajukan dissenting opinion terhadap keputusan KPU yang menetapkan Paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024. Mereka adalah Hakim Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
Majelis MK ini dipimpin langsung oleh Ketua MK, Suhartoyo. dia terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Anwar Usman yang diberhentikan Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK).
Siapakah Hakim Konstitusi Suhartoyo?
Berdasarkan laman web resmi Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo disebut dahulu ingin menjadi jaksa. Namun kemudian temannya mengajak untuk ikut seleksi hakim dan akhirnya dia menjadi hakim. Soal cerita akhirnya menjadi jaksa itu diterakan. Tak ketinggalan, Suhartoyo juga disebut hobi olahraga golf dan kegiatan rally.
“Justru saya yang lolos dan teman-teman saya yang mengajak tidak lolos. Akhirnya saya menjadi hakim. Rasa kebanggaan mulai muncul justru setelah menjadi hakim itu,” kata Suhartoyo.
Ketua MK ini lahir di Sleman, 15 November 1959. Di menikahi Sustyowati dan memiliki tiga anak. Setelah mengawali karier di PN Bandar Lampung, dia menjadi hakim pengadilan negeri di beberapa kota hingga tahun 2011.
Pria tersebut pernah menjadi Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011) hingga menjadi Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
Dia kemudian terpilih menjadi hakim di MK menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu.
Namun pencalonan Suhartoyo saat itu sebagai wakil dari Mahkamah Agung (MA) sempat diprotes Komisi Yudisial (KY). Pada 2015, KY menduga Suhartoyo melakukan pelanggaran etik proses pengurusan berkas peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan. Selain itu, dia juga diterpa isu melakukan perjalanan ke Singapura sebanyak 18 kali selama proses sidang Timan periode Juni-Agustus 2013.
KY sempat meminta pemerintah untuk membatalkan pelantikan terhadap Suhartoyo karena pemeriksaan etiknya belum rampung. Akan tetapi, Presiden Jokowi tetap melanjutkan pelantikan Suhartoyo sebagai hakim konstitusi dari usulan Mahkamah Agung.
Dalam sejumlah kesempatan, Suhartoyo pun terus membantah keterlibatannya dalam putusan bebas Sudjiono Timan. Dia menilai, banyak yang keliru karena salah satu majelis yang menangani kasus Sudjiono memang mirip dengan namanya. Selain itu, dia juga mengklaim hanya beberapa kali ke Singapura. Salah satunya adalah kegiatan liburan bersama dengan rekan hakim dan staf pengadilan di Pengadilan Negeri Depok.
"Dokumen saya, itu juga saya tidak pernah bolak-balik ke Singapura 18 kali. Yang ada tiga kali, pertama tahun 2009, kedua saya jalan-jalan sama PN Depok. Terakhir yang dibilang di Juni-Agustus jelang perkara Timan putus, 18 kali? Itu saya memang ada, tapi hanya sekali dan supaya diketahui, saya ke Singapura Juli 2013 itu perkara PK dikirim 1 tahun 4 bulan lalu," kata Suhartoyo pada 2015 silam.
Kasus Sudjiono Timan sendiri merupakan perkara korupsi soal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada 31 Juli 2013, MA menganulir vonis kasasi pengemplang BLBI itu lewat putusan peninjauan kembali (PK) dan yang melepaskan Timan. Hal ini kemudian menimbulkan kehebohan publik.