“Mengenai anomali hasil, tadi sudah saya jelaskan bahwa Sirekap boleh ada anomali, boleh ada perbedaan,” kata Marsudi di Sidang MK, Jakarta, Rabu (3/4).
Ahli KPU itu menyebut Sirekap tidak dijadikan dasar dalam penetapan pleno pada rekapitulasi penghitungan suara.
“Ketika pleno dilakukan dan hasil ditandatangani, maka hasil itu kemudian masuk ke Sirekap. Jadi sebetulnya setelah proses 20 Maret kemarin sudah tidak ada anomali lagi,” ungkapnya.
Marsudi menyebut penghitungan berjenjang tetap menjadi dasar penetapan perolehan suara sebagaimana yang sudah ditetapkan KPU pada SK 360. Bukan Sirekap, yang merupakan alat bantu saja.
“Tapi ketika sudah pleno, sudah selesai, makanya penghitungan yang benar diakui secara hukum, legal, dan kemudian digunakan KPU untuk membuat SK 360,” ujarnya.
“Dan kemudian meng-update Sirekap adalah hasil penghitungan suara berjenjang yang saksikan semua saksi dari semua paslon dan dilakukan secara terbuka,” pungkasnya. []