GELORA.CO - Hakim konstitusi MK, Enny Nurbaningsih, menjadi satu dari tiga hakim yang mengajukan dissenting opinion terkait keputusan MK yang menolak gugatan Pemohon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
Enny kembali membahas soal alokasi dana kunjungan Presiden dan bansos yang menjadi salah satu gugatan pemohon.
Ia mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam persidangan menyatakan bantuan kemasyarakatan yang biasa diserahkan Presiden Jokowi bukan merupakan bagian dari perlinsos. Tetapi berasal dari dana operasional presiden.
"Namun anggaran untuk kunjungan Presiden dan anggaran untuk bantuan kemasyarakatan tersebut berasal dari dana operasional presiden (DOP) yang berasal dari APBN," kata Enny di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4).
DOP tersebut, kata Enny, diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2008.
Sementara untuk dana kemasyarakatan Presiden diatur dalam Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 2 Tahun 2020.
Adapun kegiatan yang bisa dicakup dalam dana kemasyarakatan oleh Presiden dan Wali Presiden dalam hal itu, kata Enny adalah kegiatan keagamaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kebudayaan, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keolahragaan, dan kegiatan lain atas perintah presiden atau wakil presiden.
"Bantuan ini bisa diberikan dalam bentuk barang maupun uang," ujarnya.
Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, Enny menjelaskan, terlihat bahwa realisasi anggaran DOP tidak pernah mencapai 100% dari jumlah yang dialokasikan pada setiap tahunnya.
Ia menilai, DOP ini tidak sesuai peruntukannya karena diduga untuk kepentingan Pilpres 2024.
"Meskipun demikian, anggaran untuk DOP terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini yang kemudian memunculkan persepsi yang mengarah pada penggunaan DOP untuk bantuan kemasyarakatan dengan tujuan politik menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024," ucapnya.