GELORA.CO - Sebanyak 22 calon terpilih dari beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah mendatangi kantor DPP PDI Perjuangan (PDIP) Jalan Menteng Jakarta Pusat, menuntut keadilan.
Mereka adalah calon terpilih yang sah secara UU dan keputusan PKPU masing-masing kabupaten dengan perolehan suara terbanyak di dapilnya.
Mereka terancam tidak dilantik karena ada aturan zonasi dari DPC dan DPD yang harus mengundurkan diri karena aturan internal tersebut.
Mereka mendatangi DPP PDIP untuk menuntut keadilan, karena sesuai dengan UU Pemilu No. 7 Thn 2017 yang diperbarui No.7 Thn 2023 dan PKPU No. 6 Thn 2024, suara terbanyaklah akan mewakili rakyat.
Calon terpilih itu bingung dengan aturan internal tersebut yang tidak sesuai dengan UU di Negara Indonesia, yang menentukan siapa wakil rakyat itu kan suara rakyat melalui KPU sebagai penyelenggara pemilu, bukan internal DPC atau DPD.
Salah satu Caleg terpilih dari Salatiga, Bonar N Priatmoko merasa lega setelah adanya audiensi yang dilakukan dengan elite PDIP. "Alhamdulillah kami perwakilan PDIP Jawa Tengah telah diterima dengan baik, kami disini menuntut keadilan agar DPP PDIP mengkaji ulang peraturan tersebut, terima kasih," ucap Bonar kepada wartawan, Selasa (2/4/2024).
Dia juga berharap DPP PDIP bisa menengahi masalah ini dan mengawal sesuai aturan yang ada. "DPP harus bisa mengambil alih dan langkah supaya demokrasi di indonesia berjalan dengan baik," terang Bonar.
Aturan zonasi ini hanya terjadi di Jawa Tengah saja dan di beberapa kabupaten/kota di Kendal, Grobogan, Salatiga, Temanggung, Sukoharjo.
"Harapan kami, DPP bisa menjadi tempat untuk mengadu dan mencari keadilan. Mudah-Mudahan DPP bisa bijak dalam memberi keputusan masalah di internal tersebut sesuai dengan aturan yang ada di Indonesia," tuturnya.
PDIP Gugat KPU ke PTUN Sebelumnya, PDI Perjuangan (PDIP) melalui Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI) resmi menggugat KPU RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pendaftaran gugatan itu dipimpin oleh mantan hakim Mahkamah Agung, Gayus Lumbuun pada hari ini. "Intinya jenis gugatannya adalah perbuatan melanggar hukum oleh aparatur negara, tergugatnya KPU," kata Gayus di Gedung PTUN, Jakarta Timur, Selasa (2/4/2024).
Gayus menjelaskan perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU lantaran menerima pendaftaran putra Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres di Pilpres 2024.
"Perbuatan melawan hukum tersebut bertentangan dengan asas dan norma-norma yang ada pada aturan tentang pemilihan umum," bebernya.
Sementara itu, anggota Tim PDI Erna Ratnaningsih mengatakan KPU masih memakai PKPU Nomor 19 Tahun 2023 atau aturan lama ketika menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.
"Artinya tindakan KPU ini melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum, di mana dia memberlakukan peraturan yang berlaku surut," kata Erna.
Sebab, persyaratan capres-cawapres berdasarkan PKPU Nomor 19 belum disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Erna menjelaskan KPU baru menerbitkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023 per 3 November pada tahun yang sama atau lebih dari sepekan setelah menerima pendaftaran Gibran.
"Jadi, KPU melakukan pendaftaran pada tanggal 25 dan 27 Oktober 2024. Sementara atas hasil dari putusan dari Mahkamah Konstitusi ini, KPU kemudian merubah menjadi PKPU Nomor 23 Tahun 2023, pada tanggal 3 November 2024.
Artinya mekanisme atau proses pendaftaran dan penetapan capres dan cawapres itu, itu dilakukan melanggar hukum atau cacat hukum," jelasnya.
Atas hal ini, Tim PDI meminta PTUN memerintahkan kepada tergugat untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apa pun sampai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Dalam pokok permohonan, kami meminta bahwa majelis hakim nanti akan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Menyatakan batal keputusan Nomor 360, keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dan seterusnya," jelas Erna.
"Memerintahkan tergugat untuk mencabut kembali keputusan KPU nomor 360 tahun 2024 dan seterusnya serta yang terakhir adalah memerintahkan tergugat untuk melakukan tindakan, mencabut dan mencoret pasangan capres Prabowo dan cawapres Gibran sebagaimana tercantum dalam keputusan KPU nomor 360 tahun 2024," tambahnya.
Selain itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto buka suara terkait kehadiran Ketua DPP PDIP Puan Maharani dalam acara buka bersama di kediaman Ketua TKN Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani. Hasto menjelaskan kehadiran Puan untuk menghormati undangan yang diberikan oleh TKN Prabowo-Gibran.
Selain itu, Puan juga harus terus membangun komunikasi politik dalam kapasitasnya sebagai ketua DPR RI. “Ya kan namanya diundang, masa tidak hadir.
Apalagi buka puasa bersama, ada kultumnya, ada doanya, itu kan sesuatu yang dalam kapasitas Mbak Puan sebagai ketua DPR ya, terus membangun komunikasi politik,” beber Hasto di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Dia mengatakan kehadiran Puan itu juga tidak perlu meminta izin PDIP. Sebab, silaturahmi sudah menjadi tradisi di Indonesia. “Kalau itu sudah silaturahim kan tradisi kita,” ucapnya.
Hasto tidak mengatakan apakah pertemuan Puan dan Rosan Roeslani itu sebagai sinyal bahwa PDIP akan merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran atau tidak.
Namun, dia menyebut bahwa sikap politik PDIP tetap berkomitmen dalam menjaga konstitusi dan demokrasi. “Tapi dalam komunikasi politik kan sikap dari pdi perjuangan tetap kokoh dalam menjaga Konstitusi, menjaga demokrasi yang berkedaulatan rakyat dan terus berjuang bagi supremasi hukum dan demokrasi itu sendiri,” jelas Hasto.
Momen itu diunggah oleh Ketua MPR RI sekaligus politikus Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam akun Instagram pribadinya pada Jumat (29/3/2024). Bamsoet terlihat hadir dalam acara itu.
Kebersamaan Puan dengan koalisi Prabowo-Gibran itu menjadi sorotan, lantaran PDIP adalah partai utama yang mengusung Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024. Selain itu, PDIP menentang keras pencalonan Gibran sebagai cawapres 2024
Sumber: tvOne