Tak Puas dengan Hasil Pilpres 2024, Mahfud MD Sebut Pemerintah Gunakan Politik Gentong Babi dan Kerah

Tak Puas dengan Hasil Pilpres 2024, Mahfud MD Sebut Pemerintah Gunakan Politik Gentong Babi dan Kerah

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  – Calon wakil presiden (Cawapres) Mahfud MD menegaskan, perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 merupakan yang terburuk dan paling curang. Ia secara tegas mengungkapkan, telah terjadi kecurangan pada Pemilu 2024.
 
Mahfud mengaku sudah 12 kali mengikuti pemilu, namun Pemilu 2024 adalah yang terburuk. Mahfud menjelaskan, ada beberapa faktor yang membuat Pemilu 2024 sebagai pemilu terburuk, di antaranya adalah praktik politik gentong babi dan politik kerah. 
 
Ia menyebut, politik gentong babi terkait  bantuan sosial (bansos) yang digulirkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang pemungutan suara, pada 14 Februari 2024. 

Ia membandingkan jumlah bansos yang dialokasikan pada pemilu di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan era Jokowi. 

Pada era Jokowi, untuk tahun 2024 anggaran bansos senilai Rp 496 triliun. Jumlah ini bertambah Rp 20 triliun dibanding tahun 2023.
 
 
Mahfud mengungkapkan, nilai bansos mengalami penambahan di tengah jalan. Sementara itu, pada Pemilu 2019 saat SBY sebagai petahana, dana bansos yang digelontorkan Rp 17 triliun. Dana bansos itu sudah dianggarkan atau tidak ada penambahan menjelang Pilpres.
 
“Saya ikut pemilu era SBY. Anggaran bansos Rp 17 triliun dan sudah ada sebelumnya, tidak ditambah jelang pemilu sekarang Rp 496 triliun dan ditambah di tengah jalan,” kata Mahfud dikutip dari kanal Youtube Bachtiar Nasir, Jumat (8/3).
 
Ia tak memungkiri, politik gentong babi ramai dibicarakan sejak pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyampaikan hal itu dalam film dokumenter Dirty Vote yang mengungkap kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) pada penyelenggaraan Pemilu 2024.
 
 
Adapun, politik kerah yang dimaksud Mahfud merupakan para pejabat pemerintah hingga aparat desa, termasuk tokoh masyarakat  dipegang untuk mendukung salah satu paslon. 

Jika tidak, maka mereka terancam dipecat atau bahkan masuk penjara atas kasus hukum yang membelitnya. 
 
Mahfud juga menyinggung MK yang tidak independen atau bisa diintervensi  kekuasaan. Hal ini tercermin pada Putusan MK Nomor Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres.
 
Putusan itu menjadi pintu masuk bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai Cawapres dari Prabowo Subianto, meski usianya belum memenuhi syarat untuk menjadi Capres/Cawapres, yakni 40 tahun.
 
 
“MK sudah terbukti sah dan meyakinkan meloloskan Gibran dengan melanggar etik dan tak masuk akal,” ujarnya. 
 
Ia menuturkan, pengalamannya saat menjadi Ketua MK pada era SBY.  Menurut dia, kala dirinya menjabat sebagai Ketua MK, SBY tidak pernah intervensi.
 
Ia juga  tidak pernah bertemu empat mata dengan SBY. Jika bertemu, pasti  akan bersama  hakim konstitusi yang lain.
 
Terkait  hasil Pilpres 2024, Mahfud secara tegas mengatakan, tidak puas dengan perolehan suara dirinya dan capres Ganjar Pranowo.
 
 
“Tidak puas, tidak terprediksi sama sekali karena fakta di lapangan kami turun sambutan masyarakat besar. Hasil survei internal besar, tapi memang tidak mungkin satu putaran, dua putaran, dan kami masuk,” ujar Mahfud.
 
Ia menduga terjadi berbagai kecurangan. Bahkan, kecurangan itu terjadi di daerah asalnya di Madura, Jawa Timur. 

Kecurangan itu, antara lain surat suara sudah dicoblos sebelum pemungutan suara, pemilih mencoblos di TPS tempatnya tidak terdaftar, dan ada pemilih yang mencoblos surat suara lebih dari sekali.
 
“Kalau ini terbukti, hasil pemilu bisa dibatalkan,” pungkas Mahfud.

Sumber: jawapos
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita