Simalakama Grafik Sirekap KPU: Ditayangkan Data Bermasalah, Disetop Jadi Polemik

Simalakama Grafik Sirekap KPU: Ditayangkan Data Bermasalah, Disetop Jadi Polemik

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Bermasalahnya data hitung suara (real count) di Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) berada di situasi serba salah.

KPU diketahui memutuskan menghentikan penayangan diagram update hasil hitung suara di laman pemilu2024.kpu.go.id mulai Selasa (5/3/2024) malam.

Anggota KPU RI, Idham Holik, mengatakan saat ini pihaknya hanya menampilkan bukti autentik hasil perolehan suara, dalam hal ini foto formulir Model C.Hasil.

Model C.Hasil itu nantinya dimasukkan ke Sirekap untuk kemudian dipindai datanya. Namun Sirekap berulang kali mengalami galat sehingga mengakibatkan jumlah perolehan suara hasil pindai dan di Model C.Hasil jadi berbeda. 


"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader, KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), dan operator Sirekap KPU Kabupaten/Kota akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," ujar Idham, Selasa. 

Founder & CEO Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai penghentian tayangan grafik pada Sirekap merupakan upaya KPU menghentikan polemik, meski berujung polemik baru.

"Memang Sirekap kan polemik, dalam polemik tentu ya wajar mereka harus mengambil solusi menghentikan polemik itu, dengan tidak menayangkan grafik itu," ungkap Pangi kepada Tribunnews, Kamis (7/3/2024).

"Semangat untuk menjaga transparansi, C.Hasil tetap diupload, karena itu alat bantu, alat kontrol di Sirekap," imbuhnya.

Prinsip Sirekap, lanjut Pangi, adalah transparansi agar publik bisa memantau langsung perolehan suara.


"Ya kalau tidak dihentikan (penayangan data dan grafik) akan selalu menjadi polemik, walaupun hari ini pasti (jadi) polemik juga," ujarnya.

Menurut Pangi, sistem IT di KPU, dalam hal ini pada Sirekap dinilai bermasalah.

"IT-nya problem kan, AI tidak bisa membaca dengan cerdas, data berkurang, data bertambah, banyak problem, IT-nya tidak siap tanding aja," ungkapnya.

Disetopnya penayangan grafik pada Sirekap pun menuai respons sejumlah pihak.


Eks Ketua KPU: Kemunduran

Mantan Ketua KPU RI, Arief Budiman, menilai dihilangkannya informasi rekapitulasi suara Pemilu 2024 pada Sirekap bertentangan dengan tujuan dihadirkannya teknologi informasi tersebut.

Penghilangan informasi rekapitulasi suara di Sirekap dipandang sebagai kemunduran dari dua penyelenggaraan pesta demokrasi sebelumnya, yakni Pemilu 2014 dan 2019.

“Menurut saya justru dengan dihilangkannya hasil rekapitulasi ini justru bertentangan dengan apa yang disebut Sirekap, Sirekap itu kan Sistem Informasi Rekapitulasi."

"Itu malah mengalami kemunduran dibandingkan dengan Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 ketika kami masih menamakannya Situng,” kata Arief dalam tayangan Kompas TV, Rabu (6/2/2024).


Arief menjelaskan mulanya pada kepimpinannya di KPU, Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) jadi cikal bakal Sirekap.

Pada tahun 2014, Situng hadir untuk memberikan informasi hasil penghitungan suara yang ada di TPS.

Kemudian pada Pemilu 2019, Situng berkembang dengan menyediakan data informasi hasil penghitungan di setiap TPS sekaligus juga memasukkan data hasil rekapitulasi berjenjang mulai dari TPS, PPK dan rekapitulasi di kecamatan maupun kabupaten/kota.

Situng kemudian berganti nama menjadi Sirekap karena semangatnya adalah menyediakan informasi kepada publik bukan hanya sebatas penghitungan suara, tapi juga hasil rekapitulasi suaranya.

Sehingga Situng berganti nama menjadi Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi Suara.

“Kenapa kami ganti Sirekap, karena kami memberi pelayanan informasi kepada publik bukan hanya hasil penghitungan tapi juga hasil rekapitulasi itulah kenapa namanya Sirekap,” ungkapnya.

Bawaslu: Harus Tampilkan Sebagaimana Mestinya

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, meminta KPU menggunakan Sirekap sebagaimana mestinya dalam hal menampilkan.

"Jangan juga sistem yang sudah dibangun itu tidak menampilkan apa yang seharusnya ditampilkan," ujar Bagja saat ditemui di kantornya, Rabu (6/3/2024).

Diketahui, Sirekap bekerja dengan menampilkan foto formulir C.hasil dari tempat pemungutan suara (TPS).

Perolehan suara hasil dari foto itu lalu nanti dialihkan dalam bentuk diagram dan bagan untuk kemudian dapat diakses oleh publik dan dibandingkan.

Namun, hingga saat ini ada beberapa TPS yang tidak menampilkan formulir C.Hasil dalam Sirekap.

Ditambah lagi KPU jugai mulai menghilangkan diagram dan bagan dalam Sirekap.

Terkait beberapa TPS yang tak menampilkan formulir C.Hasil itu dipertanyakan oleh Bawaslu.

"Nah, itu pertanyaannya. Kami juga sudah menanyakan ke pengawas TPS, kenapa itu belum di-upload? Tapi yang me-upload itu kan teman-teman KPPS, bukan PTPS," jelas Bagja.

Bagja bahkan mengungkit persoalan beberapa waktu lalu ketika tidak formulir C.Hasil dalam Sirekap untuk kawasan TPS Menteng, Jakarta.

"Pertanyaan besarnya, ada apa?" pungkasnya.


Perlu Audit Forensik

Sementara itu anggota Komisi X DPR RI fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira mengusulkan dilakukan audit forensik terhadap Sirekap.

"Makanya itu, perlu ada audit forensik terhadap hubungan IT ini. Kenapa? Karena ini menjadi isu dan polemik," kata Andreas di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Andreas menyebut masyarakat sangat berharap dengan Sirekap yang notabene memiliki pembiayaan yang cukup besar.

Oleh sebab itu, mestinya Sirekap dengan mudah mengontrol proses perhitungan di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) karena rekapitulasinya cepat.

"Tapi ini kan justru terbalik. PPK sekarang sudah jalan," ujar pria berusia 59 tahun itu.

"Kalau misalkan sekarang, saya sudah tahu ini penghitungan suara untuk kami. Sementara di Sirekap masih jauh, baru 60 persenan."

"Sementara di penghitungan di tingkat provinsi sekarang sudah 100 persen," ucap Andreas.

Sementara itu, Bendahara Umum Partai NasDem, Ahmad Sahroni, percaya menghilangnya grafik perolehan suara Pemilu 2024 tersebut karena adanya permasalahan dalam penghitungan suara.

"Ya karena banyak masalah," jelas Sahroni kepada awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

Senada dengan Andreas, Sahroni menyarankan kepada KPU untuk segera melakukan audit forensik terhadap Sirekap.

Ia menilai audit penting dilakukan supaya KPU memiliki bukti demi menjaga kepercayaan publik.

"Karena banyak masalah mustinya KPU itu berinisiatif untuk mengaudit forensik sistemnya. Jadi supaya publik ini percaya dengan lembaga yang dipimpin oleh KPU sendiri," ujarnya.

Apabila nantinya KPU melakukan audit forensik, Sahroni meminta agar tiga kubu pasangan capres-cawapres turut dilibatkan.

Tujuannya supaya seluruh kubu capres-cawapres bisa mengawal langsung proses audit yang dianggap janggal tersebut.

"Nah lebih baik KPU memberikan insiatif untuk memeriksakan sistemnya pada lembaga yang memang kredibel."

"Libatkan tiga paslon timnya itu untuk juga ikut serta mengaudit alat-alat yang memang dianggap janggal," terangnya

Sumber: Tribunnews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita