Perpecahan PDIP: Pengamat Prediksi Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 Layu Sebelum Berkembang

Perpecahan PDIP: Pengamat Prediksi Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 Layu Sebelum Berkembang

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Perpecahan PDIP: Pengamat Prediksi Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 Layu Sebelum Berkembang


GELORA.CO - Hak angket untuk membongkar dugaan kecurangan Pemilu 2024 dinilai akan layu sebelum berkembang.

Analisis dari pengamat politik Dedi Kurnia Syah menyebutkan bahwa PDIP, sebagai partai pemenang dan penguasa parlemen, saat ini menghadapi kendala dengan sejumlah tokohnya yang terjerat dalam pusaran KPK.

Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, dianggap memiliki pengaruh tersendiri dalam partai banteng, yang dapat mempengaruhi keputusan partai.

Dedi menyoroti bahwa situasi ini membuat pengambilan keputusan di dalam PDIP menjadi kurang solid.

Pengamat politik menilai bahwa eks kader PDIP, Harun Masiku, yang saat ini menjadi buron KPK, menjadi sumber potensi masalah.

Harun Masiku diduga terlibat dalam kasus suap terhadap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, yang memiliki dampak pada penggantian caleg penerima suara terbesar, Nazarudin Kiemas, yang meninggal pada 2019.

Meskipun Harun Masiku belum terlihat, isu keberadaannya masih menjadi sorotan.

Selain itu, capres nomor urut 3 PDIP, Ganjar Pranowo, juga dilaporkan ke KPK karena dugaan menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 100 miliar lebih.

Dedi menyampaikan pandangannya bahwa hal ini dapat melemahkan posisi PDIP dalam pertarungan politik.

Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi menggelar aksi di depan Gedung KPK, mendesak agar KPK segera memeriksa Ganjar Pranowo dalam kasus dugaan gratifikasi.

Perpecahan di tubuh PDIP, terutama antara kubu Puan Maharani dan yang lainnya, dinilai oleh Dedi sebagai hambatan bagi hak angket untuk dapat dijalankan.

Dedi menekankan bahwa Puan Maharani cenderung mendukung Jokowi, menciptakan perpecahan di internal partai.

Hal ini membuat hak angket sulit untuk dilaksanakan, bahkan jika tetap dijalankan, sulit untuk membuktikan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.

Syarat pengajuan hak angket DPR diatur dalam Pasal 199 Undang-Undang No. 17 Tahun 2014, yang membutuhkan dukungan 50 persen anggota DPR RI dari lebih dari satu fraksi.

Dedi menilai bahwa hak angket memiliki kemungkinan layu sebelum berkembang atau bahkan mati dalam proses pembenihan.

Sumber: tribunnews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita