Soenarko memastikan, aksi unjuk rasa menolak kecurangan Pemilu di depan Gedung KPU RI, Jakarta Pusat pada Senin, 18 Maret 2024, baru peringatan awal kepada KPU. Dia menuntut KPU untuk menyelenggarakan Pemilu ulang.
"Ini hanya peringatan awal kepada KPU. Kalau KPU enggak mau dengar, saya yakin rakyat akan menghabiskan KPU," ujar Soenarko dalam keterangannya kepada Tempo pada Senin, 18 Maret 2024.
Dia memastikan, aksi unjuk rasa menolak kecurangan Pemilu akan terus dilakukan sampai Pemilu diulang tanpa keterlibatan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. "Harus ada aksi-aksi lanjutan. Sampai pemilu ini diulang tanpa Jokowi dan negara harus benar-benar netral," kata dia.
Sementara itu, Soenarko mengatakan, tuntutan utama dari aksi ini adalah menolak hasil Pemilu yang akan diumumkan oleh KPU. Menurut dia, penyelenggaran Pemilu 2024 dilakukan dengan banyak kecurangan. Kecurangan itu banyak dilakukan oleh pihak Paslon nomor urut dua yaitu Prabowo-Gibran. "Karena itu, Paslon nomor urut dua harus didiskualifikasi,"
Soenarko menilai, kecurangan yang terjadi dalam Pemilu sudah kasat mata. Kecurangan ini terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif sejak sebelum penghitungan suara. Kecurangan itu ditandai dengan pengerahan aparat desa dan pemberian Bansos.
Berdasarkan pantauan Tempo, massa aksi sudah memadati KPU sejak Pukul 14.30. Mereka membawa spanduk besar yang dibentangkan di atas mobil pick up. Spanduk besar itu berisi tuntutan agar Presiden Joko Widodo alias Jokowi dilengserkan dan Ketua KPU serta Bawaslu dipecat. "Tumbangkan dan Adili Jokowi. Pecat Ketua KPU RI dan Ketua Bawaslu RI," bunyi spanduk yang dibentangkan.
Massa aksi tak bisa mendekati KPU karena terhalang beton-beton penghalang yang diletakkan di dekat KPU. Aparat kepolisian juga tampak berjaga di sekitar KPU. Sejumlah peserta aksi menumpuk sejumlah ban dan membakar ban itu. Hingga Pukul 19.30, massa aksi masih memadati sekitar Kantor KPU. Meski demikian, massa aksi masih terpantau tertib dalam menyampaikan aspirasinya.
Sebelumnya, Jokowi tidak menyangkal penyelenggaraan pemilu tidak lepas dari dinamika. Hal itu disampaikan Jokowi saat ia mengapresiasi kinerja TNI-Polri yang turut mengamankan pemilu.
“Riak-riak kecil. Itu biasa dan wajar dalam kita berdemokrasi, perbedaan pendapat, perbedaan pilihan itu juga sangat wajar dalam demokrasi,” kata Jokowi.
Dalam keterangannya Jokowi tidak mengelaborasi apa yang dia sebut riak-riak kecil tersebut. Namun Eks Gubernur Jakarta itu mengatakan masih ada beberapa tahapan pemilu sampai Oktober.
Kepala negara meminta TNI-Polri proaktif untuk, “menetralisir residu-residu politik, untuk memitigasi disinformasi-disinformasi pemilu serta menjaga kerukunan.”
“Menjaga persatuan kita sebagai sebuah bangsa dan negara,” kata Jokowi.
Sumber: tempo