GELORA.CO - Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 03, Mahfud MD menantang Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar berani membuka diri untuk audit forensik independen terhadap Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) yang menuai polemik.
Mahfud MD menilai tidak ada dari KPU yang menguasai teknologi terkait Sirekap.
"Ya itulah salah satu masalah di KPU, menurut saya, orang-orang KPU tidak ada yang bisa mengendalikan IT-nya di sana. Tidak ada yang bisa mengendalikan karena mereka tidak paham," ungkap Mahfud MD kepada awak media, Jumat (8/3/2024), dikutip dari Kompas TV.
Mahfud juga menyinggung dugaan berpindahnya server penyimpanan data Sirekap lebih dari 10 kali.
"Itu kan sudah ada tanggal sekian berpindah, tanggal sekian ditutup, tanggal sekian data masuk, lalu dikeluarkan lagi, masuk lagi."
"Menurut saya KPU itu bukan sengaja, dia tidak tahu, tidak menguasai teknologi, ya sama dengan saya lah," ungkap Mahfud.
Mantan Menko Polhukam itu juga mengusulkan audit forensik untuk menilai Sirekap KPU.
"Mereka mengatakan ini sudah diaudit, siapa yang mengaudit? Kalau mengaudit kok masih terjadi seperti itu? Makanya perlu audit independen, KPU harus berani untuk membuka diri," ungkapnya.
"Kalau mereka jujur, ya diaudit saja, diakui kalau memang tidak menguasai tidak bisa mengendalikan karena bukan ahli IT, kan begitu saja," ungkap Mahfud.
Menurut Mahfud, audit forensik terhadap sistem IT Sirekap tidak ada hubungannya dengan hasil Pemilu nanti.
"Ini hanya dengan kinerja KPU, jangan takut juga partai-partai tidak setuju audit misalnya, tidak akan berubah pada hasil yang ditetapkan berdasar hitungan manual."
"Audit ini penting agar ke depannya orang tidak ugal-ugalan seperti KPU sekarang," tegas Mahfud.
Polemik Sirekap
KPU diketahui memutuskan menghentikan penayangan diagram update hasil hitung suara di laman pemilu2024.kpu.go.id mulai Selasa (5/3/2024) malam.
Anggota KPU RI, Idham Holik, mengatakan saat ini pihaknya hanya menampilkan bukti autentik hasil perolehan suara, dalam hal ini foto formulir Model C.Hasil.
Model C.Hasil itu nantinya dimasukkan ke Sirekap untuk kemudian dipindai datanya. Namun Sirekap berulang kali mengalami galat sehingga mengakibatkan jumlah perolehan suara hasil pindai dan di Model C.Hasil jadi berbeda.
"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader, KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), dan operator Sirekap KPU Kabupaten/Kota akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," ujar Idham, Selasa.
Founder & CEO Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai penghentian tayangan grafik pada Sirekap merupakan upaya KPU menghentikan polemik, meski berujung polemik baru.
"Memang Sirekap kan polemik, dalam polemik tentu ya wajar mereka harus mengambil solusi menghentikan polemik itu, dengan tidak menayangkan grafik itu," ungkap Pangi kepada Tribunnews, Kamis (7/3/2024).
"Semangat untuk menjaga transparansi, C.Hasil tetap diupload, karena itu alat bantu, alat kontrol di Sirekap," imbuhnya.
Prinsip Sirekap, lanjut Pangi, adalah transparansi agar publik bisa memantau langsung perolehan suara.
"Ya kalau tidak dihentikan (penayangan data dan grafik) akan selalu menjadi polemik, walaupun hari ini pasti (jadi) polemik juga," ujarnya.
Menurut Pangi, sistem IT di KPU, dalam hal ini pada Sirekap dinilai bermasalah.
"IT-nya problem kan, AI tidak bisa membaca dengan cerdas, data berkurang, data bertambah, banyak problem, IT-nya tidak siap tanding aja," ungkapnya.
Disetopnya penayangan grafik pada Sirekap pun menuai respons sejumlah pihak.
Eks Ketua KPU: Kemunduran
Mantan Ketua KPU RI, Arief Budiman, menilai dihilangkannya informasi rekapitulasi suara Pemilu 2024 pada Sirekap bertentangan dengan tujuan dihadirkannya teknologi informasi tersebut.
Penghilangan informasi rekapitulasi suara di Sirekap dipandang sebagai kemunduran dari dua penyelenggaraan pesta demokrasi sebelumnya, yakni Pemilu 2014 dan 2019.
“Menurut saya justru dengan dihilangkannya hasil rekapitulasi ini justru bertentangan dengan apa yang disebut Sirekap, Sirekap itu kan Sistem Informasi Rekapitulasi."
"Itu malah mengalami kemunduran dibandingkan dengan Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 ketika kami masih menamakannya Situng,” kata Arief dalam tayangan Kompas TV, Rabu (6/2/2024).
Arief menjelaskan mulanya pada kepimpinannya di KPU, Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) jadi cikal bakal Sirekap.
Pada tahun 2014, Situng hadir untuk memberikan informasi hasil penghitungan suara yang ada di TPS.
Kemudian pada Pemilu 2019, Situng berkembang dengan menyediakan data informasi hasil penghitungan di setiap TPS sekaligus juga memasukkan data hasil rekapitulasi berjenjang mulai dari TPS, PPK dan rekapitulasi di kecamatan maupun kabupaten/kota.
Situng kemudian berganti nama menjadi Sirekap karena semangatnya adalah menyediakan informasi kepada publik bukan hanya sebatas penghitungan suara, tapi juga hasil rekapitulasi suaranya.
Sehingga Situng berganti nama menjadi Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi Suara.
“Kenapa kami ganti Sirekap, karena kami memberi pelayanan informasi kepada publik bukan hanya hasil penghitungan tapi juga hasil rekapitulasi itulah kenapa namanya Sirekap,” ungkapnya
Sumber: Tribunnews