GELORA.CO - Kejaksaan Agung menyampaikan informasi terbaru soal dugaan korupsi fasilitas pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayan Ekspor Indonesia (LPEI) Rp 2,5 triliun.
Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya fraud atau kecurangan yang terjadi sejak tahap kajian.
Kasus ini mengemuka setelah dilaporkan Menteri Keuangan Sri Mulyani pekan lalu ke Kejaksaan Agung.
Diketahui fasilitas pembiayaan itu diterima oleh empat perusahaan, yakni PT RII, PT SMS, PT SPV, dan PT PRS yang bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, perkapalan, dan nikel.
Keempat perusahaan tersebut kemudian tak sanggup membayar kredit alias mengalami kredit macet.
Dari situlah terindikasi ada fraud.
"Ya kan semuanya diawali dari kajian," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi, Minggu (24/3/2024).
Dalam tahap kajian itu, menurut Kuntadi, modus-modus yang dilakukan beragam.
Di antaranya terdapat prasyarat yang tidak lengkap hingga penggunaan fasilitas pembiayaan yang tak sesuai pengajuan.
"Ada yang kajian-kajian ketika pengajuan persyaratannya enggak lengkap, fiktif, dan juga penggunaannya enggak sesuai dengan pengajuannya. Macam-macam," katanya.
Kuntadi juga mengungkapkan bahwa konstruksi peristiwanya tak jauh berbeda dengan kasus korupsi pembiayaan ekspor LPEI yang sudah divonis pada tahun 2022 lalu.
"Kita kan sudah ada perkara korupsi dari LPEI. Indikasinya enggak jauh-jauh beda dengan itu," kata Kuntadi.
Hingga kini, seluruh temuan masih didalami Kejaksaan Agung di bawah naungan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus.
Statusnya pun belum dinaikkan ke tahap penyidikan sejak dilaporkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada Senin (18/3/2024) lalu.
"Sifatnya laporan. Jadi masih dalam kajian. Kalau memang ada kecukupan (alat bukti) ya kita dalami," katanya.
Adapun nilai kredit macet yang diduga terindikasi fraud ini mencapai RP 2,5 triliun.
Berikut merupakan rincian besaran kredit macet di setiap perusahaan yang diduga terdapat fraud di dalamnya:
PT RII sekitar 1,8 triliun, PT SMS 216 triliun, PT SPV 144 miliar, dan PT PRS sebesar 305 miliar.
"Jadi itu tahap pertama. Jumlah keseluruhannya adalah 2,505119 triliun," ujar Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers Senin (18/3/2024), setelah Sri Mulyani menyerahkan laporan kepadanya.
Kemudian Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyampaikan bahwa dugaan fraud ini merupakan hasil temuan tim terpadu yang terdiri dari LPEI, BPKP, Jamdatun dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang terdeteksi pada tahun 2019.
Selain empat perusahaan yang sudah disebutkan, nantinya juga ada enam perusahaan dengan perkara serupa yang saat ini masih diperiksa tim terpadu.
Keenam perusahaan tersebut belum diumumkan nama maupun inisialnya.
Namun dari Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa nilai kredit macet yang terindikasi ada fraud dari 6 perusahaan itu mencapai Rp 3 miliar.
"Nanti tahap kedua kalau seandainya di bidang Pidsus. Tadi ada enam perusahaan yang dinilai 3 sekian triliun. Yang 6 masih di-keep oleh tim gabungan Jamdatun, BPKP dan Inspektorat Kemenkeu," kata Ketut dalam konferensi pers Senin (18/3/2024).
Sumber: Tribunnews