(Pemerhati Timur Tengah)
Sejak Harakat al-Muqawama al-Islamiyya (Hamas) atau Gerakan Perlawanan Islam melalui sayap militernya Brigade AlQassam melakukan serangan mendadak ke Israel dengan sebutan Operasi Badai Al Aqsa (Operation Al-Aqsa Flood) pada Sabtu (7/10/2023) justru banyak korban di warga sipil Palestina.
Brigade Alqassam tidak memikirkan dampak besar ketika melakukan serangan ke Israel dan lebih memikirkan egonya agar dianggap heroik dan menjadi paling pahlwan membela Palestina. Harusnya Hamas berfikir secara ushul fiqih yang lebih mempertimbangkan maslahah ketika akan melakukan serangan ke Israel. Dari segi senjata dan logistik, Brigade AlQassam kalah jauh dengan Israel. Negeri Israel itu terbiasa melakukan serangan warga sipil Palestina ketika negaranya diserang. Dengan alasan ini, harusnya Brigade AlQassam tidak menyerang ke Israel.
Saat rakyat Palestina kelaparan dan terluka akibat perang, para petinggi Hamas hidup mewah di luar negeri. Petinggi Hamas hidup mewah dari donasi umat Islam dunia. Ada sebagian yang dibagian kepada warga Palestina. Namun para petinggi Hamas juga menikmati hasil donasi tersebut.
Berdasarkan Dewan Fatwa Islam atau Islamic Fatwa Council (IFC) yang berbasis di Irak mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa kelompok Hamas yang berkuasa di Gaza, Palestina, melanggar hukum Al-Qur'an dan Nabi Muhammad SAW . Alasannya, pemerintahan dari kelompok itu korup dan menerapkan teror terhadap warga Palestina di Gaza.
Mufti Arab Saudi dan Ketua Majelis Ulama Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh menyatakan Hamas sebagai organisasi teroris.
Hamas juga menjadi bagian proxy syiah Iran yang juga ingin berperan di Palestina. Selama ini persenjataan Hamas disokong Iran. Tentu ada kepentingan politik Iran agar ajaran Syiah bisa menyebar di Palestina.
Hizbullah yang bermarkas di Lebanon berpaham Syiah mempunyai hubungan baik dengan Hamas. Dikutip dari Associated Press dan Al Arabiya, Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrullah mengadakan pertemuan dengan wakil pemimpin Hamas Saleh al-Arouri di Beirut, Rabu (25/10/2023).
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh melakukan kunjungan ke Iran. Ismail Haniyeh datang ke Iran dari tempat persembunyiannya di Qatar. Kunjungan Haniyeh ini kedua kalinya ke Iran sejak perang yang pecah 7 Oktober 2023.
Pada pertemuan pertama ke Negeri Persia pasca perang 7 Oktober 2023, Ismail Haniyeh bertemu dengan emimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran. Berdasarkan kantor berita IRNA pertemuan itu pada 5 November 2023.
Keterlibatan Hamas dengan Syiah begitu akrabnya dengan kelompok gerilyawan Houti di Yaman. Houti berfaham Syiah. Kedua kelompok ini melakukan pertemuan pada 16 Maret 2024.
Jauh sebelum perang 7 Oktober 2023, Hamas memberikan penghargaan kepada pejabat Houthi. Pemberian penghargaan di kantor perwakilan Hamas di Yaman pada 6 Juni 2021. Hamas diwakili oleh Mo'az Abu Shamala. Sedangkan dari Houti Muhammad Ali Al Houthi yang menjabat anggota Dewan Politik Tertinggi Houthi.
Pada pertemuan tersebut, yang juga dihadiri oleh dua anggota lain dari kantor Hamas di Yaman—kepala kantor Omar al-Subakhi dan direktur urusan politik Abdallah Hadi-Abu Shamala memberi al-Houthi sebuah "Perisai Kehormatan" atas nama Hamas, sebagai penghargaan atas dukungan Houthi terhadap perjuangan Palestina.
Abu Shamala juga menyampaikan salam dari kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh kepada Houthi dan pemimpin mereka, Abd al-Malik al-Houthi. "[Hamas] menyampaikan terima kasih kepada atas upaya, inisiatif, dan kegiatan yang diumumkan Houthi dalam mendukung gerakan dan perjuangan rakyat Palestina," kata Abu Shamala.
Dari sini jelas, Hamas sebagai organisasi mempunyai kepentingan politik syiah dan sengaja mengorbankan rakyat Palestina. (*)