GELORA.CO – Polemik kenaikan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendapat atensi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Lembaga pengawas itu tengah melakukan penelusuran di lapangan.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengakui, banyak informasi yang masuk soal dugaan tersebut.
Berbagai informasi itu tengah dikompilasi untuk dianalisis. Saat ini jajaran pengawas juga melakukan penelusuran untuk mengonfirmasi kebenaran informasi yang beredar.
”Kami langsung turunkan lagi ke bawah untuk dilakukan pencermatan, baik yang di kabupaten/kota ataupun yang sudah masuk provinsi,” ujarnya di kantor KPU RI kemarin (4/3).
Jika memang ditemukan adanya kesalahan input, lanjut Lolly, harus dilakukan korksi. Sesuai ketentuan, koreksi dapat dilakukan dalam rekapitulasi di atasnya. ”Begitu di kecamatan ada kesalahan proses rekapnya, ya (perbaikan) di kabupaten,” ucapnya.
Lolly juga menekankan bahwa yang dijadikan basis dalam mengecek bukan semata-mata data pada Sirekap.
Melainkan terhadap dokumen fisik yang menjadi basis resmi penghitungan. ”Sehingga kalau ada dugaan ini itu, bagi Bawaslu, yang harus kami lihat adalah dokumennya,” tegas dia.
Sebagaimana diwartakan, sejumlah pihak menemukan kejanggalan pada data PSI. Sebab, ada ketidaksesuaian jumlah suara TPS dengan data Sirekap KPU. Saat dikonfirmasi kemarin, Komisioner KPU RI Idham Holik menepis tudingan itu.
Dia menyebutkan, yang terjadi bukan penggelembungan, melainkan ketidakakuratan teknologi OCR dalam membaca foto formulir mode C hasil plano pada sistem Sirekap. ”Di sini pentingnya peran serta aktif pengakses Sirekap untuk menyampaikan telah terjadinya ketidakakuratan tersebut,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Idham kembali menekankan bahwa hasil resmi perolehan suara peserta pemilu ada pada rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang. Bukan yang tecermin pada Sirekap.
”Mari ikuti proses rekapitulasi secara berjenjang itu karena kami telah perintahkan kepada KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dalam melaksanakan rekapitulasi harus menyiarkan secara langsung,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M. Romahurmuziy meminta operasi penggelembungan suara PSI pada Pemilu 2024 dihentikan.
Romy, sapaan akrabnya, mengaku sudah mendengar sejak sebelum pemilu bahwa ada operasi pemenangan PSI yang dilakukan aparat. Menurut dia, aparat menarget kepada penyelenggara pemilu daerah agar PSI memperoleh 50.000 suara di tiap kabupaten/kota di Pulau Jawa dan 20.000 suara di tiap kabupaten/kota di luar Pulau Jawa.
Hal itu, lanjut Romy, dilakukan dengan menggunakan dan membiayai jejaring ormas kepemudaan tertentu yang pernah dipimpin salah seorang menteri untuk memobilisasi suara PSI coblos gambar. ”Setidaknya itu yang saya dengar dari salah satu aktivisnya, yang diberikan pembiayaan langsung oleh aparat sebelum pemilu,” bebernya.
Namun, rencana tersebut sepertinya tidak berjalan dengan mulus sehingga perolehan suara berdasar quick count (QC) jauh di bawah harapan lolos parliamentary threshold (PT) atau ambang batas parlemen. Belakangan, setelah pencoblosan, ungkap Romy, pihaknya mendapat informasi ada upaya pelolosan PSI ke parlemen dengan dua modus. Yakni memindahkan suara partai yang lebih kecil yang jauh dari lolos PT kepada coblos gambar PSI dan memindahkan suara tidak sah menjadi coblos gambar partai tersebut.
Mantan ketua umum PPP itu menambahkan, penggelembungan suara PSI banyak terungkap bukan di tingkat TPS. Tetapi diduga mulai di pleno tingkat kecamatan. Penggelembungan suara diduga terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). ”Setiap penggeseran suara tidak sah menjadi suara PSI jelas merugikan perolehan seluruh partai politik peserta pemilu,” tegasnya.
Sumber: jawapos