Menurutnya, jika Jokowi tidak menjadi kepala negara, tidak akan ada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur yang berpotensi menelan biaya sekitar Rp500 triliun.
"Kalau tidak ada Jokowi. Jakarta tetap jadi Ibukota. Alokasi dana IKN Rp 500 T digunakan entaskan kemiskinan di banyak daerah," ucap Dokter Tifa, dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Kamis (14/3).
Selain itu, utang negara tidak akan bertambah gila-gilaan dan hukum serta konstitusi akan tetap tegak. "Indonesia tidak tambah hutang Rp 8000 T yang harus ditanggung anak cucu sampai dengan 200 tahun ke depan. Hukum tetap tegak. Konstitusi berdiri kokoh," imbuhnya.
Sementara itu, pegiat media sosial Lis Turyanto merasa tanpa aksi brutal Presiden Joko Widodo (Jokowi), pasangan calon (paslon) nomor urut dua dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan sulit menang di Pilpres 2024.
Aksi brutal Jokowi yang dimaksud Lis adalah pembagian bantuan sosial (bansos) dan pengerahan aparat untuk memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. "Jadi bisa dikatakan tanpa aksi brutal Pak Jokowi ini bakal sulitlah buat paslon nomor urut dua buat bisa menang Pilpres," ucapnya.
Sehingga menurutnya tidak heran jika Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengusulkan agar Jokowi menjadi ketua koalisi, melihat dari perannya dalam koalisi pendukung Prabowo-Gibran.
"Makanya enggak heran kalau PSI menganggap Pak Jokowi ini luar biasa banget, ya dia ini penting sekali jadi jembatan buat semua partai koalisi Prabowo-Gibran ," ujarnya, dikutip populis.id dari 2045 TV, Rabu (13/3).
Sumber: populis