Empat orang dilaporkan meninggal setelah melompat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu (9/3/2024) sore. Empat orang itu masih satu keluarga, yaitu sepasang suami istri dan dua orang anaknya.
Urgent untuk bangun perspektif ketika anak dibawa ke situasi fatal, narasi mereka sekeluarga b*nuh diri harus dikoreksi. Kalau dua orang dewasa b*nuh diri wajar, kalau dua anak harus dipandang mereka tidak mau, tidak punya konsen melakukan itu," kata Reza kepada Republika, Senin (11/3/2024) lalu.
Reza merasa ada kejanggalan dengan kasus b*nuh diri di Penjaringan. Menurut Reza, anak yang diikat orangtuanya jelang melompat justru memperkuat dugaannya soal anak dipaksa b*nuh diri oleh orangtuanya. "Memperkuat dugaan saya bahwa dua anak itu dipaksa sedemikian rupa ke situasi yang berakibat hilangnya nyawa," ujar Reza.
Oleh karena itu, Reza mengendus kecurigaan bahwa sebenarnya dua anak dalam peristiwa tersebut merupakan korban "pemb*nuhan" orangtuanya. Sehingga keduanya lebih tepat disebut sebagai korban. "Alih-alih disebut pelaku b*nuh diri, lebih tepat disebut korban b*nuh diri," ucap Reza.
Dalam aspek perlindungan anak, Reza menekankan anak patut dipandang sebagai korban dalam peristiwa ekstrem seperti di Penjaringan. Adapun sepasang orangtua korban dipandang sudah punya rencana menghabisi nyawa bersama. "Salah satunya (ayah atau ibu korban) bahkan bisa disebut pemb*nuh kedua anaknya," ucap Reza.
Sebelumnya, aparat kepolisian mengungkapkan empat korban b*nuh diri melompat dari Apartemen Teluk Intan dalam kondisi tangan terikat ketika jatuh secara bersamaan. Para korban terakhir menempati salah satu unit di apartemen tersebut sekitar dua tahun lalu sebelum akhirnya kembali kemarin.
"Pada saat terjatuh itu masih dalam kondisi EA (50 tahun) dan JL (15) terikat tangannya dengan tali yang sama. AEL (52) terikat tali yang sama dengan JWA (13), ikatan tali tersebut mengikat," ucap Kapolsek Metro Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya di Jakarta, Sabtu (9/3/2024).
Sumber: republika