Tolak Sirekap dan Minta Rekapitulasi Dilanjutkan, PDIP Cium Upaya Menjegal Jatah Ketua DPR

Tolak Sirekap dan Minta Rekapitulasi Dilanjutkan, PDIP Cium Upaya Menjegal Jatah Ketua DPR

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengirimkan surat dengan nomor 2599/EX/DPP/II/2024 kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari. Poin utama surat tersebut adalah penolakan terhadap penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).

Namun, surat tersebut juga menolak keputusan KPU yang memerintahkan petugas pemilihan kecamatan (PPK) untuk sementara waktu menghentikan proses rekapitulasi pemilihan umum (Pemilu) 2024. Diketahui, alasan KPU menghentikan sementara proses rekapitulasi adalah perbaikan Sirekap.

"Menolak sikap/keputusan KPU yang menunda tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat pleno PPK, karena telah membuka celah kecurangan dalam tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara. Serta melanggar asas kepastian hukum, efektivitas-efisiensi dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemilu 2024," tertulis dalam poin kelima surat tersebut, dikutip Rabu (21/2/2024).
 
Adapun surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP Bambang Wuryanto dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Surat penolakan itu ditandatangani pada 20 Februari 2024.

Dalam poin pertama surat tersebut, kegagalan Sirekap sebagai alat bantu penghitungan suara tidak relevan dengan penundaan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Apalagi tidak ada kegentingan memaksa yang membuat dilakukannya penghentian rekapitulasi suara.

"KPU tidak perlu melakukan penundaan tahapan rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat PPK (panitia pemilihan kecamatan), karena tidak terdapat situasi kegentingan yang memaksa/tidak terdapat kondisi darurat," tertulis dalam poin dua surat tersebut.

Sebelumnya, politikus PDIP, Deddy Yevri Sitorus menyebut adanya perintah KPU untuk menghentikan proses penghitungan suara Pemilu 2024 di tingkat kecamatan. Ia mengaku khawatir dengan adanya perintah tersebut.

Sebab, hal tersebut memunculkan dugaan adanya upaya tersistematis mengakali suara hasil Pemilu 2024. Salah satunya demi mengakali agar salah satu partai politik yang dekat dengan Istana lolos ambang batas parlemen.

"Ada informasi di daerah bahwa KPU Pusat memerintahkan penghentian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. yang mana hal itu tak dikonsultasikan dengan peserta pemilu dan Komisi II DPR," ujar Deddy kepada wartawan, Selasa (20/2/2024).

Penghentian proses rekapitulasi sah saja dilakukan oleh KPU, asalkan dengan syaratnya dalam kondisi kegentingan memaksa atau force majeure. Maksud kondisi force majeure adalah seperti kejadian gempa bumi atau kerusuhan massa.

Jika alasan force majeure memang benar adanya, seharusnya penghentian proses rekapitulasi hanya dilakukan di daerah terdampak. Karena tidak ada alasan yang jelas dari KPU, wajar jika publik curiga dengan perintah KPU tersebut.

Salah satu informasi yang diterimanya, perintah tersebut berkaitan dengan jumlah suara dan kursi PDIP dan Partai Golkar di DPR. Sebab, posisi teratas akan mempunyai peluang besar untuk mengisi posisi Ketua DPR.

"Terkait jumlah kursi, itu kaitannya dengan sebaran suara yang menghasilkan kursi. Ada peluang kecil Golkar bisa didorong mendapat jumlah kursi terbanyak," ujar Deddy.

Pada Senin (19/2/2024), Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui terdapat proses rekapitulasi penghitungan suara yang terganggu di tingkat kecamatan. Proses rekapitulasi di sejumlah kecamatan dihentikan sementara untuk memastikan data dalam Sirekap sesuai.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, proses rekapitulasi yang dihentikan itu hanya dilakukan di wilayah yang tayangan antara data sudah terunggah dan hasil suara tidak sinkron. Di wilayah kecamatan yang datanya sudah sinkron proses rekapitulasi tetap berjalan normal.

"Kalau data yang sudah unggah dengan hasil suaranya sudah singkron, maka TPS itu di tingkat kecamatan rekapitulasinya jalan terus. Tapi kalau yang belum singkron, ini kita tidak tayangkan dulu, sehingga kemudian yang dimaksud dengan dihentikan sementara," kata dia, Senin (19/2/2024).

Namun, ia memastikan proses rekapitulasi itu tidak pernah berhenti total. Namun, petugas tetap melakukan rekapitulasi sambil juga melakukan sinkronisasi data yang tidak sesuai.

"Mengapa? Karena nanti proses rekapitulasi di tingkat kecamatan kan anggota PPK atau PPK itu membuka kotak suara, kemudian mengeluarkan formulir C hasil, yang itu nanti akan dibacakan oleh PPK di dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil pemgitungan surat suara tingkat kecamatan," kata dia.

Hasyim mengatakan, data dalam Sirekap itu bukan berarti dijadikan dasar atau rujukan. Data itu hanya dijadikan pembading.

"Nah kalau tayangan dengan yang hasilnya belum sesuai kan kemudian bisa menbingungkan orang. Maka kemudian supaya menghindari problem di lapangan, terutama tingkat kecamatan, maka yang sudah sesuai lanjut pleno, lanjut rekap di kecamatan," kata Hasyim. 

Ia memastikan, proses rekapitulasi itu tetap berjalan. Namun, ketika ada data dalam Sirekap yang tidak sesuai harus diperbaiki terlebih dahulu.

Hasyim menegaskan, hal yang dijadikan rujukan adalah rekapitulasi di tinkat kecamatan adalah formulir C. "Hasil produksi KPPS atau TPS dalam bentuk hardcopy yang disimpan dalam kotak suara dikeluarkan dan kemudian dibacakan dalam rapat pleno hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan," kata dia.

Adapun terkait gelombang desakan penghentian Sirekap, Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, Sirekap adalah sumber informasi publik yang disediakan oleh KPU dalam rangka pemenuhan rasa ingin tahu terhadap perolehan suara peserta pemilu. "Sirekap alat transparansi hasil pemilu, alat untuk mengontrol agar tidak terjadinya electoral manipulation," kata dia, Selasa (20/2/2024).

Karena itu, ia menilai, KPU memandang Sirekap memiliki peran strategis. Karena itu, saat ini pihaknya juga masih fokus melakukan akurasi ataupun sinkronisasi data dalam Sirekap dengan data autentik dalam foto formulir model C hasil.

"Saat ini Sirekap masih berfungsi untuk diakses oleh masyarakat," ujar Idham. 

Sumber: republika
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita