GELORA.CO - Baru-baru ini Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti berkomentar soal tidak perlu adanya Tim Transisi dalam peralihan kekuasaan dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto.
Apabila Tim Transisi ini dibentuk, Ray menduga ada persoalan terjal di internal pendukung Prabowo-Gibran. Bahkan dia katakan, secara teori Tim Transisi tidak diperlukan dalam pergantian kekuasaan dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto.
“Apa yang mau ditransisikan kalau visi misinya sama. Inikan kelanjutan (pemerintahan sebelumnya),” pungkas Ray.
Lebih lanjut Ray katakan, yang dibutuhkan hanya sebatas tim kerja saja. Bahkan, kata dia, Tim ini yang menyiapkan kepemimpinan baru yang sifatnya berkelanjutan.
Namun, katanya, jika bicara Tim Transisi maka yang terbayang adalah tim yang menyiapkan perubahan visi. Sehingga dari perubahan visi misi ini perlu perubahan terkait suprasutruktur.
Sedangkan Tim Kerja, jelas Ray, lebih pada tim yang bekerja untuk menyiapkan kerja-kerja teknis, tanpa ada perubahan visi misi presiden yang baru.
"Ini kan dari ayah ke anak. Bapaknya menginginkan begini, anaknya yang melaksanakan. Jadi untuk apa ada Tim Transisi?. Tidak ada hal yang secara prinsip, mengharuskan mengubah perilaku, orientasi, model pendekatan, dan sebagainya,” ucapnya.
"Sehingga yang dibutuhkan sebatas panitia pemindahan kekuasaan dari Presiden Jokowi ke Prabowo. Bukan pembentukan Tim Transisi," sambungnya.
Kemudian, dikatakannya, bila pihak Prabowo-Gibran membentuk Tim Transisi, menurut Ray, justru publik akan melihat kalau ada persoalan internal.
Artinya ada sesuatu yang cukup ‘terjal’ di internal Prabowo-Gibran. “Kalau yang dibentuk Tim Kerja berarti biasa-biasa saja. Tidak akan banyak berubah. Cukup disiapkan oleh Tim Kerja,” imbuhnya.
Lanjutnya, jikalau memang ada masalah di internal Prabowo-Gibran, Ray menganalisa ada tiga kelompok di sana. “Kelompok pak Jokowi, Kelompok Golkar yang sekarang lagi naik daun, serta Kelompol Gerindra dan Prabowo,” beber Ray.
Selain itu, Ray beberkan, bahwa Golkar naik daun karena perolehan suaranya di Pemilu 2024 berdasar hitung cepat berada di posisi kedua terbanyak.
Kemudian, katanya soal isu angket membuat posisi Golkar menjadi kuat. “Presiden butuh Golkar untuk menahan agar angket tidak berkelanjutan,” ungkapnya. Kalau memang ada Tim Transisi, kata Ray, berarti ada upaya untuk mempertemukan kepentingan tiga kelompok tersebut.
Bahkan, Ray mencontohkan, Golkar yang tidak bekerja begitu keras (saat pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin) saja, mendapat empat kursi kabinet.
“Masak sekarang saja (Golkar) dapat empat, mungkin sekarang dapat tujuh, setidaknya enam kursi. Makanya kelihatannya ini ada tiga faksi,” bebernya.
Ray menambahkan, bisa saja karena dari faksi-faksi ini juga menginginkan agar jatah untuk Jokowi jangan terlalu banyak. “Boleh jadi dua faksi lainnya menghendaki jangan terlalu banyak campur tangan Jokowi di kabinet sekarang,” pungkas Ray.
Di sisi lain, Ray Rangkuti katakan, kalau Jokowi sudah mengatakan kalau dia adalah jembatan. Pernyataan ini dimaknai Ray bahwa siapapun yang mau bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran harus lewat Jokowi
Sumber: tvOne