GELORA.CO -Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai, tak perlu ada tim transisi dalam peralihan kekuasaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke calon presiden (capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto.
Menurutnya, jika tim transisi itu dibentuk, justru akan memunculkan dugaan ada persoalan di internal pendukung Prabowo-Gibran.
“Apa yang mau ditransisikan kalau visi misinya sama. Ini kan kelanjutan (pemerintahan sebelumnya),” kata Ray kepada wartawan, Senin (26/2).
Adapun yang dibutuhkan, lanjut Ray, seharusnya sebatas tim kerja. Menurutnya, tim itu akan menyiapkan kepemimpinan baru yang sifatnya berkelanjutan.
Ia memandang, jika bicara tim transisi maka yang terbayang adalah tim yang menyiapkan perubahan visi. Sehingga dari perubahan visi misi ini perlu perubahan terkait suprasutruktur.
Sementara tim kerja, kata Ray, lebih pada tim yang bekerja untuk menyiapkan kerja-kerja teknis, tanpa ada perubahan visi misi presiden yang baru.
“Ini kan dari ayah ke anak. Bapaknya menginginkan begini, anaknya yang melaksanakan. Jadi, untuk apa ada tim transisi? Tidak ada hal yang secara prinsip, mengharuskan mengubah perilaku, orientasi, model pendekatan, dan sebagainya,” ungkap Ray.
Ia berpendapat, yang dibutuhkan sebatas panitia pemindahan kekuasaan dari Presiden Jokowi ke Prabowo, bukan pembentukan tim transisi. Ia menambahkan, jika pihak Prabowo-Gibran membentuk tim transisi, maka justru publik akan melihat ada persoalan internal.
"Artinya ada sesuatu yang cukup terjal di internal Prabowo-Gibran. Kalau yang dibentuk Tim Kerja berarti biasa-biasa saja. Tidak akan banyak berubah. Cukup disiapkan oleh Tim Kerja,” ujar Ray.
Ia pun berpendapat, kalau memang ada masalah di internal Prabowo-Gibran, Ray menganalisa ada tiga kelompok. Pertama, kelompok Jokowi, kedua kelompok Partai Golkar yang tengah naik daun, dan terakhir kelompok Gerindra-Prabowo.
Ray menyebut, naik daunnya Partai Golkar karena perolehan suara yang tinggi pada pemilu 2024. Selain itu, isu angket membuat posisi Golkar menjadi kuat.
“Presiden butuh Golkar untuk menahan agar angket tidak berkelanjutan,” ungkapnya.
Kalau memang ada Tim Transisi, Ray menyebut berarti ada upaya untuk mempertemukan kepentingan tiga kelompok tersebut. Ray mencontohkan, Golkar yang tidak bekerja begitu keras (saat pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin) saja, mendapat empat kursi kabinet.
“Masak sekarang saja (Golkar) dapat empat, mungkin sekarang dapat tujuh, setidaknya enam kursi. Makanya kelihatannya ini ada tiga faksi,” pungkas Ray.
Sumber: jawapos