Pernyataan itu disampaikan Rocky Gerung dalam tayangan program Rosi di Kompas TV, Kamis (15/2/2024).
“Kalau memang (PDI-P) ada niat untuk beroposisi lakukan sesuatu yang radikal dari awal, PDIP beroposisi pada Jokowi bukan karena programnya berbeda, orang programnya sama, jadi apa yang mesti dilakukan oleh PDIP sebagai benchmark (tolak ukur -red) untuk oposisi, ya makzulkan Jokowi, kan itu dasarnya kan, kalau enggak ya tukar tambah idenya,” ucap Rocky Gerung.
Menurut Rocky Gerung, PDI-P jangan tunggu sampai jabatan Jokowi sebagai Presiden berakhir di 20 Oktober 2024 jika memang ingin membuktikan sebagai oposisi.
“Mesti ada poin oleh PDIP, kami oposisi (dari) Jokowi bukan karena kami berbeda program tapi karena dia melanggar konstitusi, itu dasarnya tuh, supaya ada pelajaran moral,” ujar Rocky.
“Sama seperti kita bicara tadi soal Dirty Vote segala macam, memang gunanya untuk ke depan, jadi pelajaran moral itu mesti dibuat sekarang, supaya Gen Z itu di 2029 tahu bawah oh ini hukuman dari PDI-P terhadap kadernya yang betul-betul memalukan, kan cuma itu orang mau lihat kan. Jadi bukan oposisi yang pragmatis lagi.”
Dengan begitu, sambung Rocky, masyarakat jelas alasan PDI-P mengambil langkah oposisi setelah Pilpres 2024 bukan hanya karena electoral tapi juga moral.
“Orang mau ingat, kenapa PDIP mengambil posisi oposisi, karena ada pengkhianatan di situ, dasar dari oposisi PDI-P karena ada pengkhianatan, NasDem mungkin beroposisi hanya untuk tukar tambah, karena masih ada proyek-proyek yang belum dia selesaikan, kontrak-kontrak bisnis dia kan, jadi beda kasusnya kan,” kata Rocky.
“Jadi sebetulnya poin kita yang hari ini adalah ucapkan sesuatu supaya publik mengerti kemarahan PDI-P itu bukan sekedar kemarahan electoral tapi moral.”
Hasil hitung cepat Litbang KOMPAS Jumat, 16 Februari 2024, pukul 10.54 WIB. Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapatkan dukungan suara 25,26 persen, kemudian Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming 58,48 persen, sedangkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD 16,27 persen.
Sumber: kompas