Hal tersebut bukan tanpa sebab. Firli Bahuri dinilai tidak kooperatif menjalani kasus hukumnya. Teranyar, dia mangkir dari panggilan polisi untuk diperiksa pada Senin (26/2) lalu.
"Secara hukum sudah sepantasnya penyidik menangkap Firli Bahuri dan melakukan penahanan," kata Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, Rabu (28/2). IM57+ Institute merupakan wadah perkumpulan para eks pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk menjadi ASN di era kepemimpinan Firli Bahuri.
"Hal tersebut dengan memperhatikan sikap Firli yang tidak kooperatif dan juga berpotensi membahayakan proses penyidikan dengan melihat potensi Firli menggunakan pengaruhnya untuk bebas dari jerat hukum," sambungnya.
Praswad mengatakan, semakin lama Firli dibiarkan, maka berpotensi semakin banyak barang bukti yang dapat dikondisikan untuk menghindari pertanggungjawaban.
Di sisi lain, penangkapan dan penahanan terhadap Firli bisa menunjukkan kesungguhan kepolisian dalam mengungkap kasus tersebut.
"Kami ingin melihat kesungguhan kepolisian dalam mengungkap kasus ini dengan melakukan tindakan pro justicia karena penegakan hukum harus benar-benar bermuara pada independensi. Jangan sampai kasus Firli berpotensi digunakan sebagai bargain politik," kata dia.
Kemudian, Praswad menilai secara objektif strategi penyidikan, penangkapan, dan penahanan akan memperkuat posisi penegakan hukum yang dilakukan.
"Mengingat hal tersebut menunjukkan ketegasan penegak hukum sekaligus menghilangkan potensi hilangnya barang bukti dan tindakan lain. Jangan sampai proses penegakan hukum ini berhenti pada selebrasi penetapan tersangka dan menjadi kasus 'abadi' tanpa kelanjutan," pungkasnya.
Dalam kasus ini, Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka pemerasan dengan jeratan Pasal 12 e atau 12 B atau Pasal 11 Undang-undang Tipikor.
Firli pernah mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan karena menilai penetapannya sebagai tersangka tidak sah. Namun, gugatan itu diputus tidak dapat diterima.
Tak menyerah, Firli kembali mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Permohonan praperadilan kedua itu disampaikan Firli Bahuri pada Senin, 22 Januari 2024. Namun gugatan dicabut dengan alasan teknis dan perlu elaborasi lebih jauh.
Sumber: kumparan