Herdiansyah menyebut hak menyatakan pendapat itu kemudian akan diuji di Mahkamah Konstitusi yang akan mpemenyatakan adanya pelanggaran serius presiden terhadap undang-undang. “Setelah itu, DPR dapat melakukan proses impeachment,” kata Herdiansyah seperti dikutip dalam Koran Tempo edisi Jumat, 23 Februari 2024.
Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, mengatakan DPR memang berhak menggunakan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Tapi penggunaan hak tersebut seharusnya dalam konteks pengawasan terhadap lembaga eksekutif, seperti pemerintah.
“Bukan untuk menilai atau membahas proses atau hasil pemilu dengan segala implikasinya,” kata Fahri seperti dikutip Koran Tempo.
Fahri berpendapat rencana penggunaan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu jauh dari prinsip konstitusi. Dia menyebut Undang-Undang Dasar sudah mengatur penyelesaian sengketa pemilu melalui Mahkamah Konstitusi atau MK, bukan lewat hak angket.
“Jalan ke MK itu mestinya digunakan. Jika angket yang mau dipaksakan, tentu sangat destruktif terhadap sistem ketatanegaraan,” kata dia.
Sumber: liputan6