Pakar Hukum Tata Negara Sebut Pemilu 2024 Tipu Ratusan Juta Rakyat Indonesia

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Pemilu 2024 Tipu Ratusan Juta Rakyat Indonesia

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Padang, Feri Amsari mengungkapkan bahwa Pemilu 2024 telah menipu ratusan juta rakyat Indonesia.

Menurut Feri, kecurangan Pemilu 2024 yang digelar 14 Februari 2024 tidak bisa diterima dengan alasan demi keamanan negara.

"Karena yang ditipu bukan hanya pemilih tapi seluruh rakyat Indonesia," ucap Feri, Senin (19/2/2024).

Dosen Fakultas Hukum Unand itu menuding bahwa penyelenggara Pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) sengaja membiarkan input data jumlah suara yang tidak masuk akal ke dalam sistem teknologi informasi (TI).

Baca Juga :
Dia juga mengungkapkan beberapa modus kecurangan pada Pemilu 2024, di mana  pada satu tempat pemungutan suara (TPS) maksimal ada 300 pemilih, tapi pada kenyataannya  ada pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang mendapat 600 suara.

Seharusnya, sistem TI KPU tidak bisa menerima jumlah suara lebih dari 300 pada satu TPS.

“Luar biasa kecurangan, ketidaksiapan KPU, prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang dilanggar itu hancur semua,” kata Feri.

“Ini kok bisa KPU menerima sistem input data yang tidak masuk akal. Artinya KPU membuat algoritma yang membiarkan kecurangan terjadi, sehingga pada hari penghitungan, input data meledak suara paslon 02. Secara psikologis politik dia sudah dianyatakan menang. Padahal ini multiple kecurangan,” lanjutnya.

Gandakan Perolehan Suara

Mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas itu mengatakan, ada psikologi politik bermain untuk seolah-olah memenangkan pertarungan.

Dikatakan, jika salah satu paslon dibuat menang dengan menggandakan perolehan suara berkali lipat, dan setelah dilakukan perbaikan data, ternyata suaranya tidak cukup, maka paslon yang mengklaim menang akan heboh sendiri. 

Apalagi, ada paslon yang mendeklarasikan kemenangan. Padahal, fakta-fakta kecurangan pemilu nyata dan tidak masuk akal.

“Saya mohon maaf kepada KPU dengan membiarkan input data yang tidak masuk akal dalam sistem mereka, berarti KPU sengaja membiarkan data itu terproses oleh sistem. Padahal sistemnya sederhan saja, setiap suara lebih dari 300 ditolak, diperbaiki dulu,” paparnya.

Feri  membandingkan sistem input data hasil pemilu oleh masyarakat sipil untuk membuat program pendataan C hasilnya jauh lebih canggih dibandingkan  KPU, yang mengelola dana miliaran rupiah.

“Bagi saya ini aneh, jangan-jangan KPU terlibat, menyengajakan ini untuk kemudian seseorang bisa dikatakan menang,” ujarnya

Menurut Feri, ada permainan pada sistem TI. Itulah sebabnya, kata dia, KPU tidak pernah berani membuka sistem TI untuk dilakukan cek dan ricek semacam audit forensik TI.

Sumber: tvone
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita