Mulanya, JK mengakui hilirisasi sejatinya harus dilakukan karena bentuk industrialisasi. Hanya saja, praktik hilirisasi yang dilaksanakan pemerintahan Jokowi jauh dari tataran ideal, serta berpotensi mengembalikan keadaan Indonesia seperti pada zaman kongsi dagang dengan VOC.
"Hilirisasi harus memang sebenarnya industrialisasi juga. Tapi, dengan praktiknya sekarang, sangat berbahaya. Kalau sekarang praktiknya bisa mengembalikan negeri ini ke zaman VOC," kata dia saat ditemui di kediamannya di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Rabu (7/2).
"Orang asing menggali kekayaan, dengan (upah) buruh yang murah. Semua keuntungannya lari keluar, tidak ke dalam negeri. Itu memiskinkan rakyat," imbuhnya.
Ia menilai penerapan kebijakan hilirisasi yang terlalu banyak melibatkan asing. Alhasil, keuntungannya tak dirasakan oleh masyarakat.
JK juga menyoroti pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif yang menyebut cadangan nikel Indonesia akan habis dalam 15 tahun ke depan. JK tak heran karena ia menyebut cadangan nikel sudah banyak dihabiskan dan malah merugikan negara.
"Lho iya dihabiskan. Diambil sekarang, bagaimana masa depan? Bagaimana generasi Anda? Dan itu betul, sistem itu sangat merugikan. Sangat!" tegas JK.
JK menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi yang dibangga-banggakan hanya memperkaya negara lain dan memiskinkan negeri. Ia menyebut angka kemiskinan di daerah hilirisasi semakin bertambah, dan bukan berkurang.
"Ternyata di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dari tahun ke tahun makin miskin rakyat. Lihat data statistik. Bukan tambah kaya, tambah miskin. Negara hanya dapat sedikit. Semuanya lari ke China. Persis zaman VOC," lanjut dia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada 2023 adalah Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Tengah masing-masing 20,49 persen dan 11,91 persen.
Sumber: cnnindonesia