Bagi politikus PKS M. Taufik Zoelkifli, quick count sebenarnya merupakan sebuah metode penghitungan statistik yang netral. Sama seperti pisau, alat memotong yang dapat membantu masyarakat sehingga membuat hidup lebih mudah. Sebaliknya pisau juga bisa digunakan untuk tujuan negatif seperti mencelakakan orang.
“Hakikat pisau adalah barang netral. Baik buruknya, tergantung dari bagaimana pisau digunakan. Dan kita tidak bisa melarang pabrik memproduksi pisau. Tapi kita berhak untuk memperingatkan orang yang mempergunakan pisau dengan tidak semestinya,” jelasnya di akun X-nya, @Emtezet dikutip KBA News Senin, 19 Februari 2024.
Demikian juga quick count. Dia menjelaskan quick count mencoba memperkirakan dengan cepat hasil pemilu di suatu tempat sebelum hasil sebenarnya diketahui melalui real count. Nah, quick count ini adalah sebuah “pisau”.
Namun dalam amatannya, paska pencoblosan Rabu pekan lalu, penayangan hasil quick count ditengarai telah merusak iklim Demokrasi di Indonesia. Karena quick count dari berbagai lembaga survei ditayangkan terus-menerus secara masif di media massa, baik mainstream maupun media sosial.
“Dan hasil QC (quick count) itu jelas-jelas menyatakan kemenangan paslon nomor 02 di atas 50%. Artinya pemilu diperkirakan berlangsung 1 putaran. ‘Serangan’ paparan terus menerus hasil QC ini disebut bisa mempengaruhi rakyat, mem-framing mereka bahwa pemenang Pemilu ’24 adalah Paslon 02 dengan suara di atas 50%,” ucap anggota DPRD DKI Jakarta ini.
Dalam hal ini, lanjutnya, “pisau” quick count telah digunakan untuk tujuan mencuci otak manusia bahwa hasil quick count harus dipakai sebagai hasil Pemilu. “Dalam hal ini QC sedang digunakan untuk tujuan yang negatif,” ungkapnya.
Padahal hasil penghitungan suara pemilu belum selesai. Dia menjelaskan hasil pemilu disebut selesai ketika semua suara (100 persen suara) sudah dihitung dan direkap atau real count. Kemudian didapat jumlah perolehan suara para pasangan capres/cawapres dan suara partai dan caleg-calegnya dari seluruh Indonesia.
“Parahnya perhitungan RC yang sedang berjalan di bawah komando KPU berjalan lambat dan amburadul. Sistem Sirekap yang dipakai KPU sangat bermasalah, sering hank dan menghasilkan laporan yang tidak sesuai dengan data asli di lapangan,” katanya.
Hal ini membuat para petugas KPPS di lapangan stres termasuk para saksi dari paslon capres/cawapres dan partai/caleg. Kalau ini berlangsung berlarut-larut, dikhawatirkan para petugas KPPS ambil jalan pintas dengan mencontek hasil quick count. “Kalau itu terjadi maka Pemilu 2024 adalah gagal!” tegasnya.
Makanya, dia melanjutkan, sebagian rakyat Indonesia curiga pada KPU dan Pemerintah, bahwa mereka telah melakukan 2 kecurangan.
Pertama, memakai quick count secara tidak benar yaitu membombardir rakyat dengan hasil quick count setiap saat. Sangat dikhawatirkan bisa mencuci pikiran rakyat bahwa hasil pemilu adalah quick count.
Kedua, membuat proses real count menjadi lambat, kacau dan berantakan. Sehingga validitasnya sangat rendah.
Karena itu, dia menuntut dua hal. “1. Stop penayangan hasil QC. 2. Perbaiki proses RC (real count) dengan maksimal dan proses harus tranparan terhadap publik,” demikian tandasnya.
Sumber: kba