Ryaas Rasyid mengatakan bahwa hak angket DPR diusulkan karena Ganjar Pranowo ingin menyampaikan bahwa ada kecurangan yang terjadi pada saat Pemilu.
Menurut Ryaas Rasyid, untuk membuktikan adanya kecurangan Pemilu memang harus ada hak angket DPR.
Akan tetapi, Ryaas Rasyid melihat dalam hak angket DPR ini tentu akan ada kendala pada waktu.
“Cuma memang nanti kendalanya itu pada waktu, berapa lama waktu anda perlukan untuk menyelesaikan hak angket itu sampai pada kesimpulan. Belum lagi proses pemakzulannya harus melalui MK segala macam. Tapi sebagai satu wacana bagus. Yang penting ini kan kita yakin semua sepakat ada kecurangan dan kecurangan tidak bisa didiamkan,” kata Ryaas dikutip dari kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Senin (26/2/2024).
Ryaas Rasyid menjelaskan bahwa untuk membuktikan kecurangan Pemilu bisa melalui hak angket DPR hingga proses hukum.
Menurutnya jalan keluar adanya kecurangan Pemilu terbagi menjadi dua, dinyatakan batal seluruhnya dan dinyatakan batal yang menguntungkan oleh kecurangan ini.
Meski begitu, ia menilai yang terpenting dalam hal ini adalah siapa aktor yang berbuat curang dalam Pemilu.
“Kalau referensinya sudah jelas kecurangan ini berlangsung di KPU dan kecurangan itu dilakukan oleh jajaran KPU sampai ke TPS terstruktur, sistematis, dan masif seluruh Indonesia. Nah siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang harus ditangkap? Kan harus ada yang ditangkap,” jelasnya.
Ryaas Rasyid mengungkapkan saat ini publik berada pada suasana kepalsuan yang terjadi terus menerus.
Terlebih publik sempat dikejutkan dengan adanya kesalahan input data jumlah suara di aplikasi Sirekap.
Menurutnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari tidak bisa hanya sekedar menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan pendataan jumlah suara di Sirekap.
Angka-angka hasil Pemilu yang ada pada saat ini tidak bisa dipercaya sehingga harus ada penyelesaiannya.
“Ketua KPU dia harus ditangkap. Dia bertanggung jawab. Tidak bisa dia sekedar minta maaf,” ungkapnya.
“Jadi karena itu memang harus ada penangkapan terhadap mereka yang tidak bertanggung jawab. Kasarnya, kalau Ketua KPU mengetahui ini dan memerintahkan atau membiarkan karena ada pihak lain yang masuk, kan bisa juga terjadi, bisa juga terjadi Ketua KPU ini sekedar mendiamkan saja tapi membiarkan sejumlah sindikat bekerja dibawah untuk menggerogoti, kan bisa juga. Itu harus ditangkap semua, diperiksa, dan kita tahu siapa yang bertanggung jawab,” tutupnya.***
Sumber: ayojakarta