GELORA.CO - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara menggugat Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan komisioner lainnya atas perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta. Gugatan itu telah terdaftar dengan Nomor 57/G/TF/2024/PTUN-JKT tertanggal 7 Februari 2024.
Koordinator TPDI dan Perekat Nusantara Petrus Selestinus mengatakan gugatan ini berangkat dari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua dan Komisioner KPU terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Pelanggaran itu berkenaan dengan keputusan KPU yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pemilu 2024.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2015 tentang Administrasi Pemerintah, Petrus menganggap keputusan KPU itu sebagai perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah. Sebab telah melanggar asas-asas umum pemerintah.
Petrus menilai putusan DKPP itu berdampak pada legitimasi dan kredibilitas KPU, yang mengalami kehancuran di mata publik. Menurut dia, perlu adanya upaya pengembalian legitimasi dan kredibilitas KPU.
"Maka TPDI menuntut agar Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan, Ketua dan Anggota KPU terbukti melakukan perbuatan melawan hukum," kata Petrus lewat keterangan tertulis, Rabu, 7 Februari 2024.
Petitum berikutnya adalah menuntut PTUN memutuskan tidak sah dan batal Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 tentang Penetapan Pasangan Capres-Cawapres, atas nama Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres 2024.
TPDI juga menuntut agar PTUN memerintahkan KPU untuk menerbitkan keputusan yang baru sebagai pengganti.
Petrus juga meminta agar PTUN menyatakan pencalonan paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka batal dengan segala akibat hukumnya.
Petrus menyebut gugatan ini diperkuat dengan bukti berupa putusan Mahkamah Konstitusi, putusan Majelis Kehormatan MK, dan putusan DKPP, yang menempatkan pencalonan Gibran Rakabuming sebagai cawapres bermasalah secara hukum dan etika.
Sebab anak sulung Presiden Joko Widodo alias Jokowi itu memperoleh tiket cawapres dari KPU melalui perbuatan melanggar hukum dan etika. Bahkan ketika keluar putusan MKMK, Petrus menilai KPU tetap bergeming. "Sehingga pencalonan Gibran Rakabuming Raka tidak layak, tidak pantas, dan tidak sepatutnya menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto," ujarnya.
Sumber: tempo.