GELORA.CO -Tahapan pencoblosan Pemilu Serentak pada 14 Februari lalu menyisakan sejumlah masalah. Salah satunya banyak tempat pemungutan suara (TPS) yang tidak layak karena dibangun dengan tenda seadanya, atau berada di lingkungan sekolah.
"Padahal anggaran pendirian TPS gede dan telah dibayarkan oleh negara," kata Ketua Kordinator Nasional Perkumpulan Pemantauan Pemilu Kongres Advokat Indonesia/KAI, Erman Umar di KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu (21/2).
Diketahui Biaya Operasional (BOP) kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebesar Rp4.814.000 untuk pembuatan TPS dan kebutuhan lainnya pada Pemilu 2024.
"Kami minta BPK RI melakukan audit menyeluruh," kata Erman.
Selain itu, Erman juga menemukan adanya sisa kertas suara yang disalahgunakan untuk menambah suara calon tertentu di pilpres maupun pileg.
"Adanya sisa kertas suara yang tidak dipakai karena pemilih pindah atau tidak hadir, maka kertas suara tersebut menjadi golput dan harus dikembalikan," kata Erman.
Di samping itu, Advokat Pemantau Pemilu ini juga mendapati adanya tinta yang digunakan usai mencoblos mudah hilang.
"Ketika pagi mencoblos, sorenya habis mandi sudah hilang tak tersisa, hanya di ujung kuku saja. Apalagi kalau dihilangkan dengan sabun mudah sekali hilang," kata Erman.
Erman mencurigai adanya pengadaan tinta yang keliru serta buruknya standar kualitas tinta pemilu.
Sementara Sekretaris Nasional Perkumpulan Pemantauan Pemilu 2024 KAI, Angga Busra Lesmana merekomendasikan agar dipenuhinya hak atas kesehatan dan keselamatan bagi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Diketahui, hingga 18 Februari 2024, sebanyak 71 orang petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia, sementara, 4.567 orang dinyatakan sakit.
"Kami nilai hak-hak kesehatan dan keselamatan penyelenggara pemilu relatif kurang dipenuhi," kata Angga.
Sumber: RMOL