GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti dalam film dokumenter Dirty Vote mengungkap fakta-fakta keberpihakan Presiden Jokowi ke salah satu Capres (Calon Presiden) di Pemilu 2024, Senin (12/2/2024).
Film dokumenter 'Dirty Vote' menguak beberapa fakta kecurangan Pemilu 2024 yang dijelaskan secara rinci menggunakan data oleh tiga pakar hukum tata negara.
1. Bivitri Susanti: Dosen STH Jentera, Harvard Kennedy fellow.
2. Zaenal Arifin Mochtar: Dosen UGM, Direktur PUKAT UGM. 3. Feri Amsari: Dosen Unand, Direktur PUSAKO Unand.
Ketiganya menjelaskan secara detail bagaimana instrumen negara telah digunakan untuk tujuan memenangkan pasangan calon Prabowo Gibran dalam Pemilu 2024. Film dokumenter yang mulai ditayangkan pada hari Minggu (11/2/2024) telah ditonton sebanyak lebih dari 3 juta kali.
"Ketiganya mengungkap berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi," begitulah keterangan resmi terkait peluncuran dokumenter tersebut, Minggu (11/2/2024).
"Penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang demi mempertahankan status quo.
Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara," lanjut dari keterangan resmi film tersebut. Bivitri Susanti menjelaskan, Dirty Vote merupakan sebuah film dan rekaman sejarah betapa rusaknya demokrasi yang sudah terjadi di Indonesia.
Menurutnya bahwa Dirty Vote bercerita tentang dua hal, pertama tentang demokrasi yang tidak bisa dimaknai sebatas terlaksananya Pemilu.
"Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi," ungkapnya.
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti. Kemudian, kedua menceritakan soal kekuasaan yang disalahgunakan, karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis.
Maka dari itu, ia tegaskan, pentingnya sikap publik dalam merespons praktik kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Soroti keberpihakan Presiden Jokowi ke salah satu Capres Dalam pemaparannya, Bivitri Susanti menilai bahwa Presiden Jokowi secara terang-terangan berpihak ke salah satu Capres.
"Apakah presiden harus netral?" "Ya tentu harus, dia harus netral dalam perilakunya, dia boleh mendukung makhluk politik, tentu saja presiden makhluk politik, dia pasti punya keberpihakan," tuturnya dalam film dokumenter Dirty Vote.
"Tapi simpan saja keberpihakan itu di kepalanya sampai nanti dia mencoblos di TPS, tapi berkampanye, beda dengan netral," paparnya. Dosen STH Jentera itu mengungkap soal apakah boleh atau tidak Presiden berkampanye.
1. Boleh berkampanye.
2. Asal diikutsertakan dalam kampanye - pasal 281
3. Atau jika dia petahana yang mencalonkan lagi - Pasal 299 ayat (1)
4. Terdaftar sebagai tim kampanye - Pasa 299 ayat (3). Selain itu, Presiden boleh berkampanye dengan rincian syarat yang ketat menurut Bivitri Susanti.
Pertama, dia harus mengajukan cuti di luar tanggungan negara. Kedua, tidak pakai fasilitas negara (kecuali pengamanan). Ketiga, memperhatikan tugas negara dan pemerintahan.
Keempat, semuanya pejabat negara, menteri, apalagi Presiden dilarang melakukan tindakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu paslon. Namun pada prakteknya di lapangan, banyak temuan-temuan Presiden ikut andil dalam kampanye salah satu Capres, yakni pasangan Capres - Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Dalam baliho, terdapat foto Presiden Jokowi di latar belakang Prabowo-Gibran, dengan tulisan 'Penerus Presiden Jokowi'.
Lalu ada poster, lagi-lagi ada foto Presiden Jokowi bersanding dengan dua putranya, Gibran dan Kaesang Pangarep, dengan tajuk 'Konsolidasi Akbar PSI dan Relawan Jokowi'.
Kemudian, pertemuan Presiden Jokowi dengan Prabowo Subianto yang secara sengaja di publik tampak makan bakso bareng di Magelang. Foto kebersamaan Jokowi dengan para menteri sekaligus Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto dan ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan.
"Berbagai acara, di mana Presiden secara aktif dan juga dalam posisinya yang tidak cuti melakukan pertemuan-pertemuan dengan menteri-menteri yang duduk dalam koalisi Paslon tertentu," papar Bivitri.
"Perbandingannya adalah mengapa menteri-menteri lainnya yang tidak tergabung dalam Paslon tertentu itu, tidak mendapat perlakuan yang sama," tuturnya.
Terlebih lagi, terdapat satu foto yang sempat bikin heboh publik saat itu, Presiden Jokowi secara terbuka bilang Presiden boleh kampanye ketika berdiri di samping Prabowo.
"Presiden berdiri di samping menterinya yang menjadi calon presiden, dan berada di fasilitas negara yaitu lapangan angkatan udara, di depan alutsista juga, ia menyatakan secara tegas bahwa Presiden boleh berkampanye," tutur Bivitri Susanti.
Tak hanya itu, masih berbicara soal fasilitas negara, di mana mobil kepresidenan digunakan untuk mengacungkan tanda dukungan, hal itu dilakukan oleh Iriana Jokowi
Sumber: tvOne