"Menurut saya kemunduran demokrasi akan terus berlanjut. Sudah sejak 2019-an para cendekiawan politik menyebut, demokrasi kita mengalami kemunduran (regression)," kata Halili kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (18/2/2024).
Ia menyebut demokrasi elektoral melalui Pemilu 2024 sudah dibajak, melalui rekayasa Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan mobilisasi aparat secara masif.
"(Kemudian) nepotisme 'bau kencur' (baby nepotism) akan berkomplot dengan kekuatan lama (the old power), untuk membangkitkan Neo Orba atau Otoritarianisme 2.0" tutur dia.
Mengenai persoalan Hak Asasi Manusia (HAM), Halili juga meyakini tidak akan terwujud. "Prabowo tidak akan bisa mewujudkan keadilan HAM bagi publik, khususnya bagi korban. Logis saja, tidak mungkin terduga pelanggar HAM memerintahkan dibentuknya Pengadilan HAM, misalnya," ucapnya.
Diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tengah melakukan proses penghitungan suara Pemilu 2024. Prabowo-Gibran berpeluang besar memenangkan pilpres dalam satu putaran.
Bukan saja unggul dari berbagai hitung cepat lembaga survei, pasangan ini juga unggul dengan raihan 57,95 persen suara. Sebagaimana data real count sementara KPU per Sabtu (17/2/2024) malam, dengan jumlah data masuk sebesar 66,61 persen.
Sumber: inilah