Hal tersebut terlihat dari hasil hitung cepat atau quick count dari beberapa lembaga survei dan hasil hitung manual atau real count sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Adapun fakta mengejutkan yang dimaksud yaitu kalahnya pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Jawa Tengah dan Bali di mana dikenal sebagai kandang partai pengusungnya yakni PDIP.
Contohnya, berdasarkan hasil quick count dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), per Rabu (14/2/2024) pukul 18.44 WIB, Ganjar-Mahfud hanya memperoleh 35,07 persen suara dan kalah dari capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang meraih 51,8 persen suara di Jawa Tengah.
Hasil tak jauh berbeda juga terlihat dalam hasil real count sementara KPU per Kamis (15/2/2024) pukul 09.00 WIB, di mana Ganjar-Mahfud meraih 1.726.124 suara atau 34,32 persen di Jawa Tengah.
Mereka kalah dari Prabowo-Gibran yang meraih 2.648.342 suara atau 52,66 persen.
Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi di Bali di mana Ganjar-Mahfud juga kalah dari Prabowo-Gibran meski wilayah tersebut adalah kandang PDIP.
Namun, hasil berbeda justru diraih PDIP sebagai pengusung Ganjar-Mahfud di mana partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu tetap menang di kandangnya sendiri.
Contohnya saja di daerah pemilihan (dapil) Jateng I di mana. Menurut real count sementara KPU, PDIP unggul dari partai lain dengan raihan 39.881 ribu suara atau 23,27 persen.
Selain itu, di Jateng IV, PDIP lagi-lagi unggul dengan meraih 26.079 suara atau 36,93 persen.
Sementara di Bali, PDIP masih perkasa dibanding partai lain dengan meraih suara mencapai 40.149 suara atau 56,15 persen.
Melihat fakta ini, apa penyebab Ganjar-Mahfud justru kalah di kandang PDIP dan partai berlambang banteng itu tetap menang?
Jokowi Effect
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin awalnya mengatakan bahwa sebenarnya hasil semacam ini juga di luar dugaan dari PDIP sendiri di mana Ganjar-Mahfud kalah dari Prabowo-Gibran di Jateng dan Bali.
Padahal, sambungnya, kampanye terakhir Ganjar-Mahfud digelar di Solo, Jawa Tengah yang kerap diibaratkan juga sebagai lumbung suara PDIP.
Ujang mengatakan kampanye terakhir yang digelar tersebut ternyata hanya bisa berefek kepada suara PDIP dan tidak berdampak pada raihan suara Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah.
"Ya ini di luar dugaan PDIP ya. PDIP merasa percaya diri dan kampanye terakhir di Jawa Tengah, besar-besaran untuk menjaga suara partai sekaligus yang sama untuk memenangkan Ganjar-Mahfud."
"Tapi fakta dan kenyataannya, mereka bisa mengawal suara partai, tetapi tidak bisa memenangkan Ganjar-Mahfud," katanya kepada Tribunnews.com, Kamis (15/2/2024).
Ujang menilai tergerusnya suara Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah akibat 'Jokowi Effect' di mana Presiden Jokowi terus menyasar Jawa Tengah dan Bali lewat gelontoran bantuan sosial (bansos) yang kerap disalurkannya menjelang pencoblosan.
"Mungkin ada faktor lain yaitu efek Jokowi, ya yang melakukan operasi di Jawa Tengah untuk memenangkan Prabowo-Gibran dan hasilnya Prabowo-Gibran menang."
"Makannya bansos itu kan jor-joran diberikan di Jawa Tengah. Ya itulah Jokowi Effect," jelasnya.
Selain efek gelontoran bansos, Ujang menilai faktor ketokohan Jokowi dan Gibran juga menjadi faktor Ganjar-Mahfud kalah dari pasangan capres-cawapres nomor urut 2 tersebut.
"Jokowi kan orang Solo, orang Jawa Tengah. Gibran juga orang Solo. Jadi ya bisa merebut suara di situ sehingga Prabowo-Gibran menang di situ," ujarnya.
PDIP Menang di Jateng-Bali soal Harga Diri
Sementara terkait PDIP tetap menang di Jawa Tengah dan Bali, Ujang menilai hal tersebut soal harga diri.
Sehingga, sambungnya, para kader hingga simpatisan PDIP relah berjuang untuk 'memeloti' hasil hitungan suara di TPS di Jawa Tengah maupun Bali.
"Ya (PDIP) bisa menang di kandangnya karena, ya kalau saya, tahu psikologi PDIP. Ini soal harga diri."
"Jadi itu ditongkrongin suara. Ditongkrongin itu rakyat, kader. Dan dalam konteks itu, PDIP berhasil menjaga suaranya," ujarnya.
Caleg PDIP 'Selamatkan' Diri Sendiri, Ogah Menangkan Ganjar-Mahfud
Ujang juga menilai kalahnya Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah dan Bali akibat caleg PDIP yang lebih memilih untuk memikirkan nasib suaranya di Pileg 2024.
Selain itu, dia menganggap caleg PDIP tertekan dengan adanya surat instruksi dari DPP PDIP agar suara yang diraih sama dengan Ganjar-Mahfud.
Sebagai informasi, surat edaran itu sempat viral pada akhir tahun 2023 lalu dan ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
"Ya bisa jadi. Dalam keadaan terdesak, dalam keadaan tekanan, maka harus ada yang diselamatkan."
"Penyelamatan terbaik adalah, ya memenangkan Pileg, memenangkan partainya sendiri daripada memenangkan capres-cawapresnya," ujarnya.
Ujang mengatakan adanya kemungkinan pula caleg PDIP di Jawa Tengah dan Bali merasa gamang apakah untuk memenangkan dirinya sendiri atau Ganjar-Mahfud.
"Daripada hancur dua-duanya ya, daripada kalah dua-duanya sehingga PDIP-nya masih unggul, Ganjar-Mahfud nya yang kalah (di Jawa Tengah dan Bali)," pungkasnya.
Sumber: tribunnews