Syahganda menyoroti kebijakan Jokowi yang dianggapnya pro-China atau komunis.
Dalam video tersebut, Syahganda menyampaikan keraguan terhadap keseriusan Prabowo dan Gibran dalam mencapai sukses pemilu.
Ia menilai ada unsur sengaja dan membuat-buat dalam upaya mempengaruhi persepsi masyarakat.
Salah satu poin utama yang ditekankan oleh Syahganda adalah hasil survei yang menunjukkan Prabowo stagnan di angka 40%.
"Prabowo mati di angka 40%, artinya rakyat sudah tidak terkejut lagi terhadap Prabowo," ujar Syahganda
Syahganda juga merinci bahwa secara logik sosiologis, peluang Prabowo untuk masuk putaran kedua sangat kecil.
Ia menyebut bahwa kekuatan Islam modernis dan tradisional, seperti Anis dan Muhaimin, lebih berpotensi meraih suara.
Namun, Syahganda menyatakan ketidakmungkinan Prabowo mencapai lebih dari 40% suara.
Dalam analisisnya, Syahganda menjelaskan bahwa politik identitas tidak cukup untuk menggerakkan massa.
"Politik identitas tidak cukup. Anies dan Muhaimin dengan gabungan Islam modernis dan tradisional memiliki potensi lebih dari 60% suara,"ujarnya
Ia menyoroti potensi Anis dan Muhaimin sebagai kombinasi Islam modernis dan tradisional yang dapat mencapai lebih dari 60% suara.
Syahganda juga mengkritik peran Gibran dan Mahfud MD dalam kontestasi ini.
Ia menilai bahwa basis nasionalis yang dulu terkait dengan Prabowo telah terpecah, dan Gibran tidak mampu memimpin kelompok Islam.
Selain itu, Syahganda membahas fenomena rekayasa algoritma yang mungkin digunakan oleh Prabowo untuk meningkatkan popularitasnya, termasuk perubahan tren pencarian di Google.
"Rekayasa algoritma mungkin digunakan oleh Prabowo untuk meningkatkan popularitasnya, termasuk perubahan tren pencarian di Google," ujarnya.
Dalam konteks potensi kecurangan, Syahganda mencatat beberapa kejadian yang menimbulkan keraguan, seperti pertemuan dengan kepala desa di istana dan deklarasi Satpol PP.
"Pertemuan dengan kepala desa di istana dan deklarasi Satpol PP menimbulkan keraguan terhadap integritas pemilu," Katanya
Ia mengkritik penggunaan aparat negara untuk kepentingan politik.
Sebagai penutup, Syahganda menyatakan kekhawatiran atas kondisi politik yang diwarnai oleh kecurangan dan manipulasi.
Ia mengajak masyarakat untuk lebih kritis dan menuntut pemilihan yang adil.
Sumber: viva