Meski diharapkan membawa perubahan positif, revisi ini menuai kontroversi dengan sejumlah pasal yang menciptakan kekhawatiran baru.
UU ITE jilid II membawa perubahan signifikan pada pasal 27, khususnya yang berkaitan dengan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Meskipun ayat yang mengatur hal tersebut dihilangkan, dua pasal baru, yaitu pasal 27A dan 27B, mengatur dengan cara baru.
Pasal 27A menyebutkan tindakan menyerang kehormatan atau nama baik melalui media elektronik, sementara pasal 27B melarang ancaman melalui saluran elektronik.
Pasal 29 yang dulunya mengatur ancaman kekerasan pribadi, kini diubah menjadi ancaman kekerasan secara umum, menciptakan ruang baru untuk penanganan kasus.
UU ITE jilid II juga menambahkan pasal 16A, memberikan perlindungan anak di internet dengan aturan yang mengatur batasan usia, mekanisme verifikasi, dan pelaporan penyalahgunaan.
Tak kalah penting, revisi ini menghapus sertifikasi elektronik asing dan menambahkan aturan pidana untuk penyebaran berita bohong yang dapat memicu kerusuhan.
Polisi juga diberi wewenang untuk menutup akun media sosial.
Meskipun pemerintah mendapatkan wewenang untuk mengintervensi penyelenggaraan sistem elektronik, langkah ini menimbulkan pertanyaan akan kebebasan digital.
Namun menurut akun media x @ Fraksi RakyatID menuliskan cuiwitan dengan mengatakan
"Presiden @jokowi ngasih kejutan tahun baru nih berupa pengesahan Revisi UU ITE menjadi UU No. 1 tahun 2024. Sebuah kejutan yang tidak menyenangkan karena makin banyak pasal karet yang bisa menjebak dan mengkriminalisasi kebebasan berpendapat,"
Tak hanya itu senjumlah Warganet mengomentari UU ITE bermasalah
" awas orde baru bangkit lagi suara rakyat terkebiri," kata akun @Bruaxxxx
" kebenaran akan sirna, yang ada hanya penguasa," kata akun @arixxx
" ngawur kabeh wes," kata akun @turxturx
Dengan beragam respons ini, revisi UU ITE jilid II mengundang perdebatan hangat tentang keseimbangan antara keamanan digital dan kebebasan berpendapat.
Sumber: viva