GELORA.CO - Aturan pemerintah yang tidak mewajibkan anggota legislatif, menteri, hingga kepala daerah tidak perlu mundur jika berkontestasi di Pemilu Serentak 2024 berpotensi membuka ruang pelanggaran Pemilu.
Hal tersebut disampaikan pengamat politik Ray Rangkuti dalam merespons aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52/2023. Selain memicu pelanggaran pemilu, PP tersebut juga dianggap mengancam demokrasi.
"Tanda-tanda demokrasi sakit sangat terlihat menjelang Pemilu yang akan diselenggarakan kurang dari satu bulan lagi," ujar Ray dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (20/1).
Dewasa ini, Direktur Eksekutif LIMA ini mengungkap bentuk potensi pelanggaran jelang Pemilu sudah banyak terlihat. Mulai dari perilaku tidak netral ASN, bansos yang dipolitisasi, termasuk hambatan yang dialami kandidat lain.
"Pak Jokowi seperti meruntuhkan banyak hal yang berhubungan dengan demokrasi. Dia mempromosikan dinasti politik yang meruntuhkan gerakan antinepotisme, membuat KPK lumpuh, sekarang pemilu menuju ke arah yang terburuk sepanjang reformasi,” tegas Ray.
Oleh karenanya, ia mengimbau semua pihak melek politik dalam rangka mengawal Pemilu Serentak yang akan dilaksanakan 14 Februari mendatang, termasuk waspada terhadap potensi kecurangan Pemilu.
“Diadukan saja ke Bawaslu (jika ada pelanggaran Pemilu), meski saya ragu Bawaslu mau menyelesaikan, tetapi paling tidak tercatat di Bawaslu. Kita punya memori bahwa peristiwa ini dicatatkan di Bawaslu," tutup Ray
Sumber: RMOL