GELORA.CO - Kementerian Kesehatan Israel dilaporkan telah memerintahkan tiap rumah sakit yang berada di bagian utara negara itu untuk bersiap menghadapi worst-case scenario.
Skenario terburuk yang dimaksud dideskripsikan dengan kemungkinan menerima ribuan pasien (tentara) yang terluka seiring meningkatnya pertempuran dengan Gerakan Perlawanan Lebanon, Hizbullah.
Menurut lembaga penyiaran publik Israel, KAN, kementerian Israel juga telah meminta pusat-pusat kesehatan di wilayah utara untuk bersiap menghadapi kemungkinan memasuki “mode pulau terpencil,”.
Mode yang dimaksud ini adalah pusat kesehatan dibiarkan tanpa pasokan medis, obat-obatan, dan makanan selama berhari-hari.
Selain itu, kementerian Israel dilaporkan juga telah meminta rumah sakit untuk beralih ke mode darurat dalam beberapa jam.
Pemerintahan Israel disebutkan meminta agar rumah sakit-rumah sakit yang dimkasud tetap mempertahankan tingkat okupansi sebesar 50 persen.
Perintah kementerian kesehatan Israel ini disebutkan memberi indikasi kalau pertempuran besar tentara Israel (IDF) melawan Hizbullah segera meletus.
Hal tu terjadi setelah Hizbullah melakukan serangan lebih ganas dan presisi ke wilayah-wilayah serta fasilitas militer Israel.
Pembunuhan Saleh al-Arouri Jadi Gerbang Pembuka Perang Besar
Sejak dimulainya perang Israel di Gaza, pada tanggal 7 Oktober, gerakan Perlawanan Lebanon, Hizbullah, telah terlibat secara langsung, namun secara relatif terbatas, dalam perang melawan pendudukan Israel.
Namun, setelah pembunuhan wakil kepala biro politik Gerakan Perlawanan Islam Hamas, Saleh al-Arouri, di Beirut, pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, mengatakan “Aksi pembalasan tidak bisa dihindari”.
Nasrallah mengatakan dalam pidatonya di televisi pada hari Jumat, untuk kedua kalinya dalam beberapa hari, bahwa Hizbullah tidak bisa tinggal diam terhadap pelanggaran tingkat ini.
Dia menekankan bahwa kurangnya balasan terhadap serangan Israel akan membuat seluruh Lebanon terekspos.
Dia mencontohkan, pejuang Hizbullah telah melakukan sekitar 670 operasi militer di perbatasan Lebanon dengan Israel sejak 8 Oktober, satu hari setelah operasi Banjir Al-Aqsa oleh Hamas.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk melakukan “perubahan mendasar” terhadap situasi keamanan di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel
Sumber: Tribunnews