GELORA.CO -Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai gagal mencegah munculnya benturan kepentingan, antara jabatannya dengan kepentingan keluarga maupun dirinya sendiri. Sebagai kepala negara, Jokowi seharusnya dapat mencegah berkembabgnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
"Jokowi seharusnya mencegah keluarganya, orang-orang dekatnya maupun dirinya sendiri memanfaatkan jabatan Presiden yang diembannya, untuk kepentingan pribadi. Itu menyebabkan KKN tak bisa punah," kata pengamat kebijakan publik, As'ad Nugroho kepada wartawan, Minggu (28/1).
Menurut As'ad, tujuan dari gerakan reformasi 1998 adalah memberantas KKN. Namun, Pemerintahan Jokowi menunjukkan komitmen yang lemah dalam pemberantasan KKN, bahkan sejak periode pertama pemerintahannya.
"Hal itu disebabkan pak Jokowi tak ikut dalam gerakan reformasi, sehingga dia tidak bisa memahami bahwa musuh utama reformasi adalah KKN. Maka komitmen dia untuk memberantas KKN pun lemah," ujar As'ad.
Karena itu, ia menilai rezim Presiden Jokowi mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik. Hal itu tampak dari tidak berfungsinya DPR-RI sebagai lembaga legislatif, dalam mengimbangi Pemerintah selaku eksekutif.
"Begitu juga di BUMN, governance nya buruk. Biasanya di BUMN ada assessment tata kelola, tapi entah mengapa, belakangan tidak ada lagi itu," papar As'ad.
As'ad menilai, berbagai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas, demokrasi serta penegakan hukum diabaikan pemerintahan Jokowi. Hal itu, disebabkan Presiden Jokowi tidak memiliki perhatian besar pada pentingnya tata kelola sejak periode pertama pemerintahannya.
"Justru terjadi pelemahan KPK, yang menunjukkan lemahnya komitmen Presiden Jokowi pada pemberantasan korupsi. Padahal persoalan korupsi itu adalah akar dari buruknya tata kelola," pungkasnya.
Sumber: Jawapos