Menurut Lembong, salah satu faktor utama adalah peran Anies Baswedan yang mungkin dianggap sebagai musuh berat oleh pihak tertentu.
"Saya sudah sahabat dekat dengan Pak Anis sudah 18 tahun lebih, jadi persahabatan ini sebagai orang yang sangat analitis, kalau hitungannya enggak masuk, enggak mungkin saya buang-buang tenaga, waktu, dan uang untuk berkampanye dengan Pak Anis dan Pak Muhaimin."
Menariknya, Lembong melihat kemenangan sebagai investasi yang paling menarik dalam karirnya sebagai investment banker.
"Ini seperti produk surat berharga, investasi ini bukan buat saya, tapi buat negara, buat bangsa. Ini adalah investasi yang berbasis nilai," katanya.
Ketika ditanya mengenai nilai-nilai, Lembong menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah dinilai terlalu transaksional.
"Kami sepakat sebagai kebijakan berbasis nilai, mengingat pentingnya persatuan, toleransi, dan pelestarian lingkungan," ungkapnya.
Namun, kontroversi muncul terkait hubungan Gibran dengan kelompok tertentu yang dianggap intoleran.
Lembong menegaskan bahwa pemimpin harus mampu menjadi pemersatu tanpa mengucilkan kelompok tertentu.
ementara itu, dalam konteks ekonomi, Lembong merinci reformasi struktural yang harus dilakukan, termasuk menanggulangi oligarki dan menciptakan keadilan ekonomi.
Pajak bagi 100 orang terkaya, pembenahan sistem ekonomi, dan peningkatan keadilan menjadi fokus utama.
Dalam menyikapi kritik terhadap konsep "selpetnomic" yang diusung Gibran, Lembong menegaskan bahwa misi utama adalah pemerataan.
"Bukan hanya 100 individu, tapi sistem ekonomi yang harus kita ubah," katanya.
Sumber: viva