Profesor Sulfikar mencermati kolaborasi politik Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, yang mungkin akan mengarah pada dua putaran dalam satu haluan.
Menguraikan analisisnya, Profesor Sulfikar merinci konsep kosmologi Jawa yang memengaruhi pandangan politik di Indonesia.
"kekuasaan dalam konteks Jawa bukanlah vakum, melainkan sesuatu yang penuh interpretasi dan bersifat mitologis, Kekuasaan dianggap sebagai puncak dari seluruh kekuatan peradaban, yang hanya dapat diakses melalui proses rumit,"
Dalam konteks ini, Profesor Sulfikar setuju dengan pandangan Mas Arif, bahwa Indonesia menghadapi keresahan dan masalah yang tersembunyi di bawah permukaan.
"adanya gejolak yang belum termanifestasi dalam bentuk aksi sosial, yang dapat menjadi penyulut potensial untuk kerusuhan, meskipun dia berhati-hati dalam membuat prediksi konkret," ungkapnya
Sebagai tambahan, Profesor Sulfikar mengaitkan kondisi sosial ekonomi dengan peristiwa sejarah, seperti yang terjadi pada tahun 1998.
Ia merinci bahwa ketidakpuasan rakyat, terutama di Jawa Tengah, dapat menjadi tanda-tanda alam bahwa ada perubahan besar yang akan terjadi.
Menariknya, Profesor Sulfikar juga membahas paralelisme antara era Soeharto dan situasi saat ini.
Dia mencatat bahwa baik Soeharto maupun Anies Baswedan menghadapi kondisi sosial yang mirip, meskipun identitas ideologis yang mereka lawan berbeda.
Keduanya, menurutnya, dihadapkan pada pertarungan melawan kekuatan oligarki.
Akhirnya, Profesor Sulfikar menyentuh karakteristik pemimpin seperti Soeharto yang peduli terhadap rakyat kecil. Dia juga membahas jargon "neo-orba" yang digunakan untuk menggambarkan pemerintahan saat ini, mengingatkan bahwa karakteristik ini mungkin hanyalah strategi retoris.
Analisis mendalam Profesor Sulfikar Amir memberikan pemahaman yang menarik tentang dinamika politik Indonesia, memberikan pembaca wawasan yang lebih dalam dari sudut pandang yang berbeda.
Sumber: viva