Politik Filipina Memanas, Duterte Ancam Gulingkan Presiden Ferdinand Marcos Jr

Politik Filipina Memanas, Duterte Ancam Gulingkan Presiden Ferdinand Marcos Jr

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte melontarkan tuduhan terhadap penggantinya, Ferdinand Marcos Jr., dan bahkan mengancam akan menggulingkannya dari jabatan.

Dalam pidatonya yang sarat sumpah serapah pada Minggu malam, mantan pemimpin populis tersebut menuduh Marcos berencana mengamandemen konstitusi untuk mencabut batasan masa jabatan.

Duterte memperingatkan bahwa hal tersebut dapat menyebabkan Marcos digulingkan seperti ayahnya – mendiang diktator Ferdinand Marcos.

Duterte bahkan menuduh Marcos sebagai pecandu narkoba.

Pidato tersebut memperkuat rumor berbulan-bulan tentang perpecahan politik antara keduanya meskipun putri Duterte, Sara, adalah wakil presiden Marcos setelah kemenangan telak mereka dalam pemilu 2022.

Marcos menertawakan tuduhan Duterte, berbicara kepada wartawan sebelum dia terbang untuk lawatan ke Vietnam. Marcos mengatakan dia tidak akan menghargai pertanyaan tersebut dengan sebuah jawaban, namun mengklaim Duterte-lah yang menggunakan fentanyl, opioid yang kuat.

Pada 2016, Duterte mengatakan bahwa dia pernah menggunakan fentanyl di masa lalu untuk meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh cedera tulang belakang akibat kecelakaan sepeda motor, namun belum mengakui penggunaan obat tersebut hingga saat ini.

“Saya pikir itu karena fentanyl,” kata Marcos. “Fentanyl adalah obat pereda nyeri terkuat yang bisa Anda beli. … Setelah lima, enam tahun, hal itu akan berdampak padanya, itulah mengapa menurut saya inilah yang terjadi.”

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat telah membahas tentang amandemen konstitusi.

Duterte mengklaim tanpa memberikan bukti apa pun bahwa anggota parlemen yang mendukung Marcos, termasuk Ketua DPR Martin Romualdez, menyuap pejabat lokal untuk mengamendemen konstitusi 1987. Amendemen ini guna menghapus batasan masa jabatan sehingga Marcos dapat memperpanjang masa jabatan mereka.

Presiden Filipina hanya dapat menjabat satu kali masa jabatan enam tahun berdasarkan konstitusi 1987.

Romualdez, yang merupakan sepupu Marcos, membantah klaim tersebut, dan mengatakan bahwa ia ingin konstitusi diamendemen hanya untuk menghapus pembatasan investasi asing.

Marcos mengatakan terbuka untuk mengubah ketentuan ekonomi dalam konstitusi, tetapi menentang perubahan ketentuan yang membatasi kepemilikan asing atas tanah dan industri penting lainnya seperti media.

Penentang amendemen konstitusi termasuk dari Senat.

Pekan lalu, Senat mengeluarkan pernyataan yang memperingatkan bahwa peran pengawasan dan keseimbangan dapat dirusak jika DPR melanjutkan rencana untuk melakukan amendemen dalam sidang gabungan dan bukan melalui pemungutan suara terpisah di Senat yang beranggotakan 24 orang dan Dewan Perwakilan Rakyat yang beranggotakan 316 orang.

Konstitusi 1987, yang sarat dengan perlindungan untuk mencegah kediktatoran, mulai berlaku setahun setelah ayah Marcos digulingkan oleh pemberontakan “kekuatan rakyat”. Penggulingan ini didukung tentara di tengah tuduhan penjarahan dan kekejaman hak asasi manusia selama pemerintahannya.

Dalam beberapa pekan terakhir, para pendukung Duterte dibuat marah oleh laporan mengenai kunjungan mendadak penyelidik Pengadilan Kriminal Internasional bulan lalu yang menyelidiki pembunuhan yang meluas selama tindakan keras anti-narkoba yang dilancarkan Duterte saat menjabat sebagai presiden.

Kunjungan yang dilaporkan belum dikonfirmasi.

Duterte, yang terkenal karena tindakan kerasnya yang menewaskan ribuan tersangka yang sebagian besar adalah orang miskin, menyatakan dalam pidatonya tanpa memberikan bukti apa pun bahwa Marcos pernah masuk dalam daftar tersangka pengguna narkoba.

“Anda, militer, Anda tahu ini, kami punya presiden yang pecandu narkoba,” kata Duterte yang disambut sorak sorai beberapa ribu pendukungnya di wilayah selatan kota Davao.

Badan Pemberantasan Narkoba Filipina mengatakan pada Senin 29 Januari 2024 bahwa Marcos tidak pernah ada dalam daftar tersebut, bertentangan dengan klaim Duterte.

Pada 2021 ketika ia menjadi calon presiden, juru bicaranya menunjukkan dua laporan dari rumah sakit swasta dan laboratorium kepolisian nasional yang secara terpisah menyebutkan Marcos dinyatakan negatif menggunakan kokain dan sabu.

Kedua orang tersebut juga memiliki perbedaan mengenai kebijakan luar negeri.

Meskipun Duterte membina hubungan baik dengan Presiden Cina Xi Jinping dan pemimpin Rusia Vladimir Putin semasa menjabat, Marcos terlihat lebih memilih Amerika Serikat karena sengketa wilayah negaranya dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan. Awal tahun lalu, Marcos mengizinkan perluasan kehadiran militer AS di Filipina berdasarkan pakta pertahanan tahun 2014.

Marcos menggantikan Duterte pada pertengahan 2022 setelah memenangkan kampanye pemilu. Ia berjanji mengupayakan perubahan haluan ekonomi setelah pandemi virus corona dan membawa persatuan di negara yang telah lama dibebani oleh kemiskinan parah dan perpecahan politik yang mengakar.

Marcos memimpin aksinya sendiri pada Minggu di sebuah taman tepi laut di Manila, yang menurut polisi menarik sekitar 400.000 orang setelah malam tiba.

Rapat umum tersebut dimaksudkan untuk meluncurkan apa yang dikatakan Marcos sebagai kampanye untuk “Filipina baru” dengan mereformasi pemerintahan yang korup dan tidak efisien serta meningkatkan pelayanan publik.

Selama pertemuan tersebut, Presiden tidak bersikap konfrontatif dalam menghadapi meningkatnya kritik dari kubu Duterte.

“Filipina baru” bukan sekedar slogan, kata Marcos kepada para pendukungnya yang bersorak. “Bagi mereka yang imajinasinya terlalu panas dan telah diracuni oleh politik beracun, ‘Filipina baru’ bukanlah kuda Troya, tidak ada agenda yang disembunyikan.”

Kepada para pejabat dan pegawai pemerintah, Marcos menyerukan diakhirinya pelayanan lambat kepada masyarakat. “Panggilan darurat harus ditanggapi tanpa penundaan. Di kantor pemerintahan mana pun, birokrasi harus diganti dengan karpet merah,” ujarnya yang disambut tepuk tangan.

Sumber: tempo
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita