GELORA.CO -Mesin partai politik yang menyokong pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD dianggap belum bekerja maksimal, sehingga hasil survei internal, Ganjar-Mahfud masih di bawah pasangan Nomor Urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hal itu disampaikan pengamat politik dari Motion Cipta Matrix, Wildan Hakim menanggapi hasil survei internal Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud yang menunjukkan bahwa Ganjar-Mahfud meraih elektabilitas di angka 37 persen, selisih 4 persen dengan Prabowo-Gibran yang meraih elektabilitas sebesar 41 persen.
"Hasil survei ini bisa ditafsirkan dari dua sisi. Pertama, Ganjar-Mahfud mulai mengejar ketertinggalan elektabilitasnya dengan Prabowo-Gibran. Kedua, mesin partai politik yang menyokong Ganjar-Mahfud belum bekerja secara maksimal pada tataran operasional," kata Wildan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (1/1).
Seharusnya, kata Wildan, untuk urusan elektoral semacam ini, PDI Perjuangan punya pakarnya, yakni Bambang Pacul. Hasil survei internal itu harus disikapi sangat serius oleh TPN dan juga oleh Bambang Pacul.
"Boleh jadi, kepakaran Pak Bambang saat ini sedang diuji agar pasangan Ganjar-Mahfud ini bisa memainkan jurus gaspoll yang kerap disuarakan di masa kampanye," terang Wildan.
Menurut dosen ilmu komunikasi Universitas Al-Azhar Indonesia ini, stagnasi raihan elektabilitas Ganjar-Mahfud sangat mungkin disebabkan oleh terbelahnya porsi dukungan yang dihasilkan dari Jokowi effect.
Di mana, sebelum muncul nama Gibran sebagai cawapresnya Prabowo, Jokowi effect menjadi milik PDIP. Sebab, Jokowi merupakan kader partai banteng.
"Persepsi dan opini publik dengan mudah dibangun dengan menyatakan bahwa keberhasilan Jokowi sebagai presiden tidak lepas dari komitmen partai untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia," jelasnya.
Namun saat ini, lanjut Wildan, situasinya menjadi terbelah, yang menyebabkan dukungan dari rakyat juga akan terbelah. Mengingat, Ganjar dan Gibran sama-sama berjanji akan melanjutkan program kerjanya Jokowi.
"Jadinya, publik bimbang. Kebimbangan yang dihadapi oleh undecided voters ini harus bisa diatasi oleh TPN pasangan nomor 3," tutur Wildan.
Wildan menilai, persepsi publik terhadap sosok capres dan cawapres terbentuk oleh informasi yang menerpa mereka. Selain faktor informasi yang menerpa publik, pendekatan berbasis teritorial kepada konstituen juga harus diperhitungkan.
"Kampanye tatap muka pada akhirnya tetap diperlukan dan akan punya dampak terhadap elektabilitas atau tingkat keterpilihan figur yang mengikuti kontestasi Pilpres 2024. Dukungan nyata dari para caleg untuk mengenalkan para figur ini juga harus dimainkan. Mesin partai itu bekerja dengan melihat kinerja pengurus parpol, para caleg, dan simpatisannya. Tiga simpul ini harus digerakkan secara konsisten," pungkas Wildan
Sumber: RMOL