GELORA.CO - Ustaz Abu Bakar Ba'asyir menyatakan diri mendukung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).
Dukungan Abu Bakar Ba’asyir terhadap pasangan AMIN ini pun sontak mendapat perhatian dari berbagai pihak. Salah satu yang langsung merespon dukungan Abu Bakar Ba’asyir terhadap pasangan AMIN ini adalah Nahdlatul Ulama (NU).
Sekjen PBNU Saifullah Yusuf atau Gus Ipul bahkan secara spesifik meminta Nahdliyin tak memilih paslon yang didukung oleh Abu Bakar Ba’asyir.
"Jangan kita mendukung pasangan yang didukung oleh orang-orang yang berseberangan dengan cara berpikirnya orang NU,” ujar Gus Ipul, Selasa (16/1/2024).
“Seperti calon yang didukung Abu Bakar Baasyir misalnya, apalagi ada Amien Raisnya juga," sambung Gus Ipul. Yenny Wahid selaku putri dari Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga sepakat dengan Gus Ipul.
Yenny menegaskan bahwa dalam politik semua yang berhaluan melawan pancasila jangan pernah diberi ruang. “Saya rasa tidak perlu diberikan ruang terlalu besar dalam panggung politik di Indonesia," kata Yenny di Jakarta pada Rabu (17/1/2024).
Menanggapi hal tersebut, Reza Indragiri Amriel selaku Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan Poltekip Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melihat ada tiga hal yang perlu ditinjau dari pernyataan (Gus Ipul dan Yenny Wahid itu. “Pertama, Abu Bakar Ba’asyir selaku eks narapidana,” kata Reza dalam keterangan tertulisnya kepada tim tvOnenews.com pada Kamis (18/1/2024).
Reza kemudian menjelaskan bahwa studi di sejumlah benua menunjukkan tingkat residivisme pelaku pidana terorisme adalah sebesar 2-7 persen.
“Persentase tersebut dikategori sebagai sangat rendah (very low) dan jauh lebih rendah (far lower) ketimbang residivisme kejahatan umum,” kata Reza.
Reza mengingatkan bahwa Abu Bakar Ba’asyir kini telah menyatakan kembali ke NKRI. “Pihak yang masih menyebut ABB sebagai penolak Pancasila, perlu memperbaharui pengetahuannya,” saran Reza.
Reza mengatakan bahwa ada pernyataan terbuka Abu Bakar Ba’asyir yang menunjukkan perubahan mindset-nya. Berikut pengakuan Abu Bakar Ba’asyir yang dimaksudkan oleh Reza. "Indonesia berdasarkan Pancasila itu mengapa disetujui ulama? Karena dasarnya tauhid, Ketuhanan yang Maha Esa.Inipun pengertian saya terakhir.
Dulunya saya, Pancasila itu syirik. Tapi, setelah saya pelajari selanjutnya, ndak mungkin ulama menyetujui dasar negara syirik, itu ndak mungkin. Karena ulama itu mesti niatnya ikhlas,” ujar Ustaz Abu Bakar Ba’asyir.
Maka jika melihat pernyataan itu, menurut Reza Kemenkumham tentu telah melakukan risk assessment (RA) terhadap Ustaz Abu Bakar Ba’asyir. “RA adalah mekanisme untuk menakar antara lain risiko residivisme terpidana,” katanya. Maka kata Reza jika hasil RA menunjukkan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir berisiko tinggi mengulangi tindak pidana maka ia tidak akan dikeluarkan.
“Dan itu menjadi ancaman besar bagi masyarakat, Kemenkumham dan lembaga-lembaga negara lainnya niscaya akan memberikan rekomendasinya agar ABB–dengan cara apapun–tidak dikeluarkan dari lapas,” jelas Reza.
Maka menurut Reza, jika ada pihak yang ketakutan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir akan melakukan aksi pidananya kembali, pihak tersebut perlu diingatkan bahwa ketakutannya itu terlalu berlebihan.
“Sekaligus, ketakutan itu menunjukkan ketidakpercayaan terhadap kerja pemasyarakatan Kemenkumham,” ujar Reza.
Sementara mengenai dukungan Abu Bakar Ba’asyir terhadap paslon AMIN, menurut Reza itu dapat menjadi sinyal putus hubungan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir dari elemen-elemen terorisme. “Anggaplah, risk assessment sebatas menangkap indikator,” katanya.
“Sementara, dukungan ABB tersebut merupakan bukti bahwa telah terjadi disengagement ABB dari elemen-elemen terorisme yang pernah didakwakan kepada dirinya,” sambungnya. Reza mengatakan bahwa disengagement itu adalah kabar baik.
“Bahwa, bukan sebatas reprogramming pada level berpikir, ABB sudah memperlihatkan perubahan pada tataran perilaku,” ujar Reza. Reza bahkan mengatakan bahwa dukungan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir itu selaras dengan anjuran Bung Karno sekian puluh tahun silam.
“Menentang pembentukan negara agama, Bung Karno mendorong rakyat agar memilih wakil-wakilnya yang dinilai mampu memperjuangkan nilai dan norma keagamaan di parlemen,” katanya.
“Wakil-wakil semacam itu pada gilirannya akan memberikan warna religius pada produk legislatif yang dihasilkan, sehingga pada gilirannya memperkokoh nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan bernegara,” lanjutnya.
Menurut Reza, itu pula yang secara analogis Ustaz Abu Bakar Ba’asyir lakukan. “Keinginannya agar Indonesia berwarna lebih hijau ia coba realisasikan bukan dengan melalui jalur ilegal,” kata Reza.
Namun sebaliknya, demi mewujudkan harapannya itu, Ustaz Abu Bakar Ba’asyir memilih aktif menggunakan hak konstitusionalnya selaku warga negara.
Sementara ajakan tidak mendukung paslon yang didukung Ustaz Abu Bakar Ba’asyir menurut Reza merupakan narasi yang mengandung logika yang membingungkan.
“Narator menunjukkan sikap anti terhadap individu tertentu, tapi rekomendasi yang ia keluarkan justru bernuansa politik praktis,” kata Reza.
“Kekacauan logika serupa bisa terjadi pula seandainya ada narasi 'jangan mendukung paslon yang didukung oleh TikToker yang mengancam melakukan pembunuhan/penembakan',” lanjut Reza.
Hal ini pula kata Reza berlaku dengan narasi 'jangan mendukung paslon yang diusung oleh parpol yang di dalamnya ada eks koruptor', atau lainnya.
“Jadi, linearlah dalam berpikir. Kekhawatiran terhadap individu pelaku pidana atau pun eks narapidana semestinya berlanjut dengan arahan untuk mewaspadai individu tersebut,” ujarnya. “Bukan dengan mengeluarkan instruksi bermuatan politik elektoral,” tutup Reza.
Sumber: tvOne