Media Amerika Soroti Potensi Dinasti Jokowi, Gerakan Penolakan Mahasiswa Bisa Muncul

Media Amerika Soroti Potensi Dinasti Jokowi, Gerakan Penolakan Mahasiswa Bisa Muncul

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Adanya potensi dimulainya dinasti Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) melalui Pilpres 2024 mendapat sorotan media asing. 

Sorotan tersebut datang dari New York Times, koran asal Amerika Serikat dengan artikel berjudul ‘For Indonesia's President, a Term Is Ending, but a Dynasty Is Beginning,” pada Minggu (7/1/2024) silam. 

Pasalnya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, jadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto yang maju sebagai calon presiden. 

Gibran disorot setelah maju Pilpres 2024 usai Mahkamah Konstitusi yang dipimpin pamannya, Anwar Usman, mengubah batas usia minimal untuk menjadi capres atau cawapres.

The New York Times menyebut dugaan Jokowi berada di balik layar untuk mengatur keberlanjutan kekuasaannya melalui anaknya jelang berakhirnya masa jabatan.

Pernikahan Anwar Usman dengan adik Jokowi, Idayati, pada 2020 juga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.

"Saat itu, pakar hukum sudah memperingatkan adanya konflik kepentingan di masa depan," tulis The New York Times.

Sorotan media terkemuka AS ini dianggap sebagai refleksi bahwa situasi demokrasi di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti memandang isu potensi politik dinasti yang disorot The New York Times akan berdampak pada citra Jokowi di luar negeri.

Hal tersebut disampaikannya usai konferensi pers Survei Nasional Peta Elektoral Pemilu 2024 Gagas Lintas Data (Galidata.id) di kawasan Jakarta Pusat pada Kamis (11/1/2024).

Pemberitaan tersebut, menurutnya juga berpotensi punya dampak bagi WNI pemilih yang bermukim di luar negeri.

"Kalau ke dalam negeri nggak, tapi citra Pak Jokowi ke luar negeri mungkin. Tapi jangan lupa, ada banyak pemilih kita juga di luar negeri yang itu punya dampak terhadap mereka," ungkapnya. 

Namun demikian, pemberitaan tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap elektoral pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

"Kalau pemilih kita yang di luar negeri itu, ya punya dampak. Tapi kalau ke dalam negeri, ke Gen Z-nya ya tidak. Mereka nggak baca itulah," kata Ray.

Ray mengingatkan isu tersebut tengah bekerja saat ini meskipun di awal kemunculannya tidak memberikan dampak elektoral sebagaimana yang terekam salam sejumlah survei.

Indikasinya ia melihat saat ini gimmik gemoy dari calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto kurang diminati.

Indikasi kedua, ia melihat semakin meningkatnya intensitas gerakan mahasiswa yang menolak politik dinasti.

Di samping itu menurutnya, kelompok yang mampu efektif mendiseminasi isu gerakan anti dinasti dan antinepotisme itu adalah kalangan mahasiswa.

"Itu yang saya sebut tadi, isu ini sedang bekerja. Dari mana kita melacaknya? Pertama, soal isu gemoy yang makin kurang diminati. Yang kedua makin meningkatnya intensitas gerakan mahasiswa yang menolak politik dinasti," kata dia.

"Tadi saya buat perbandingan kalau 1 mahasiswa yang ikut aksi itu saja mengirim WA ke temannya 10 orang di kampung, anda bisa bayangkan berapa juta yang mereka bisa pengaruhi dengan isu antipolitik dinasti," sambung dia.

Indikasi lainnya, ia melihat bagaimana strategi kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden lainnya yang menyasar Gen Z.

Menurutnya, antusiasme Gen Z yang berpartisipasi dalam acara kampanye paslon lain bisa ditafsirkan sebagai kecenderungan sikap mereka terhadap antipolitik dinasti.

"Anda lihat 'Desak Anies'. Itu yang hadir GenZ, GenZ semua itu kan. Anak-anak muda, milenial. Itulah sekarang dilakoni oleh Pak Mahfud juga Ganjar Pranowo. Kenapa lebih terfokus kepada tokoh ini. Ya karena itu tadi, ada kecenderungan untuk menolak politik dinasti di kalangan GenZ ini," kata dia.

Sumber: wartakota
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita