Ia menjadi satu-satunya pengusaha Indonesia yang terdapat dalam daftar tersebut dan menduduki posisi keempat, mengalahkan Ma Huateng, pemimpin dari perusahaan teknologi raksasa Tencent Holding.
Berikut adalah deretan sembilan orang paling kaya di Asia versi Forbes per Selasa, 2 Januari 2024, versi Forbes.
1. Mukesh Ambani (India): Rp1.493 triliun
2. Gautam Adani (India): Rp1.149 triliun
3. Zhong Shanshan (China): Rp982 triliun
4. Prajogo Pangestu (Indonesia): Rp814 triliun
5. Coling Huang (China): Rp765 triliun
6. Zhang Yiming (China): Rp677 triliun
7. Tadashi Yanai & Keluarganya (Jepang): Rp577 triliun
8. Li Ka-shing (Hong Kong): Rp552 triliun
9. Ma Huateng (China): Rp523 triliun
Sementara di Indonesia, Prajogo Pangestu menduduki peringkat pertama sebagai orang paling kaya di Indonesia.
Menurut data dari Forbes Real Time Billionaires per Selasa (2/1/2024), kekayaannya mencapai US$54,4 miliar (sekitar Rp841,73 triliun), dengan asumsi nilai tukar Rp15.472 per US$ pada tanggal 2 Januari 2024.
Kekayaan tersebut berasal dari perusahaannya, Grup Barito Pacific.
Di peringkat kedua, Low Tuck Kwong, pemilik perusahaan batu bara PT Bayan Resources dengan kekayaan setara US$28,3 miliar (sekitar Rp437,88 triliun).
Sementara itu, Robert Budi Hartono berada pada peringkat ketiga dengan total kekayaan sebesar US$26,0 miliar (sekitar Rp402,3 triliun).
Sumber kekayaan Robert Budi Hartono berasal dari Grup Djarum dan BCA.
Berikut adalah daftar lengkap 10 orang terkaya di Indonesia per Selasa, 2 Januari 2024, versi Forbes.
1. Prajogo Pangestu: US$54,4 miliar (Rp841,73 triliun)
2. Low Tuck Kwong: US$28,3 miliar (Rp437,88 triliun)
3. Robert Budi Hartono: US$26,0 miliar (Rp402,3 triliun)
4. Michael Hartono: US$24,9 miliar (Rp385,28 triliun)
5. Sri Prakash Lohia: US$8,7 miliar (Rp134,61 triliun)
6. Chairul Tanjung: US$5,6 miliar (Rp86,65 triliun)
7. Dewi Kam: US$4,6 miliar (Rp71,18 triliun)
8. Lim Hariyanto Wijaya Sarwono: US$4,5 miliar (Rp69,63 triliun)
9. Djoko Susanto: US$4,4 miliar (Rp68,08 triliun)
10. Tahir dan keluarga: US$4,4 miliar (Rp68,08 triliun)
Prajogo Pangestu lahir di Bengkayang, Kalimantan Barat pada 13 Mei 1944.
Meskipun hanya lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), keberaniannya untuk berusaha tak terbendung.
Pada awalnya, Prajogo bekerja hanya sebagai sopir angkot sebelum akhirnya bertemu dengan pengusaha kayu Malaysia bernama Bong Sun On, yang juga dikenal sebagai Burhan Uray, pada tahun 1960-an.
Kehidupan awal Prajogo Pangestu, yang bernama asli Phang Djoem Phen, berada dalam kondisi kurang beruntung secara finansial.
Ayahnya adalah seorang penyadap getah karet. Keterbatasan finansial membuat Prajogo hanya mampu menyelesaikan pendidikan sampai tingkat menengah pertama.
Dengan tekad kuat dan motivasi untuk menghidupi keluarga, Prajogo merantau ke Jakarta. Namun, perjuangan di Jakarta tidak langsung membawa kesuksesan baginya.
Baca Juga: Profil Bahlil Lahadalia, Supir Angkot yang Sukses Jadi Pengusaha dan Menteri Investasi Indonesia
Setelah merasa kecewa, Prajogo kembali ke kampung halamannya.
Prajogo kemudian menjadi sopir angkot sebagai salah satu upaya mengais rezeki.
Pertemuan dengan pengusaha kayu Bong Sun On menjadi titik awal perubahan dalam perjalanan hidup Prajogo Pangestu.
Pada tahun 1969, Prajogo Pangestu memulai karier di PT Djajanti Group yang dimiliki oleh Bong Sun On.
Berkat kerja kerasnya, tujuh tahun kemudian, Prajogo berhasil meraih jabatan sebagai general manager (GM) di Pabrik Plywood Nusantara.
Setelah setahun berkarier, Prajogo Pangestu memberanikan diri untuk membuka usaha sendiri.
Awalnya, ia membeli CV Pacific Lumber Coy dengan menggunakan modal utang dari bank.
Perusahaan ini tumbuh sukses dan akhirnya go public di Bursa Efek Indonesia pada tahun 1993, berganti nama menjadi PT Barito Pacific pada 2007.
Prajogo terus mengembangkan bisnisnya dengan menjalin kerja sama dengan anak-anak mantan Presiden Soeharto dan pengusaha lainnya.
Selama karirnya, Prajogo Pangestu menduduki berbagai posisi penting di beberapa perusahaan, seperti Presiden Komisaris PT Tripolyta Indonesia Tbk, Presiden Komisaris PT Chandra Asri Petrochemical Center.
Ia juga Wakil Presiden Komisaris PT Tanjungenim Lestari Pulp & Paper, dan Presiden Komisaris PT Barito Pacific Timber, Tbk, sejak 1993 hingga menjadi Komisaris PT Astra International pada 1998.
Perkembangan bisnisnya mencakup perusahaan Barito Pacific Timber yang go public pada tahun 1993 dan berganti nama menjadi Barito Pacific pada 2007 setelah mengurangi bisnis perkayuannya.
Pada tahun 2007, Barito Pacific mengakuisisi 70 persen saham perusahaan petrokimia Chandra Asri, yang kemudian bersatu dengan Tri Polyta Indonesia pada tahun 2011, menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.
Barito Pacific kemudian memperluas bisnisnya ke sektor energi dengan mengambil alih produsen energi panas bumi, Star Energy, pada Maret 2022.
Akuisisi ini dilakukan oleh kantor keluarga Prajogo Pangestu dengan mengakuisisi 33 persen saham dari BCPG Thailand senilai US$440 juta atau sekitar Rp6,8 triliun.
Star Energy menjadi pemimpin dalam produksi panas bumi di Indonesia dan memiliki proyek energi panas bumi di berbagai wilayah.
Selain itu, Barito Pacific juga memiliki keberhasilan di bidang petrokimia, mengoperasikan cracker nafta petrokimia terbesar dan satu-satunya yang terintegrasi di Indonesia.
Mereka memperluas kapasitas dan diversifikasi produksi, termasuk beragam palet Olefin, Poliolefin, Styrene Monomer, dan Butadiene.
Barito Pacific juga aktif dalam pengembangan energi terbarukan, menjadi produsen tenaga panas bumi terbesar ketiga di dunia.
Mereka berkomitmen untuk mengembangkan portofolio energi terbarukan melalui proyek greenfield dan menjajaki kemungkinan akuisisi brownfield di seluruh dunia.
Selain bisnis-bisnis utama ini, Barito Pacific juga aktif di sektor properti dengan mengelola real estate komersial.
Perusahaan Prajogo Pangestu juga terlibat dalam berbagai program Corporate Social Responsibility (CSR) melalui atau bersama Yayasan Bakti Barito.
Berbagai usaha inilah yang membuat Prajogo Pangestu semakin sukses dan mencapai status sebagai salah satu orang terkaya nomor 3 di Indonesia. ***
Sumber: pojoksatu