Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak di Pilpres 2024, Polarisasi Masyarakat Bisa Semakin Tajam

Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak di Pilpres 2024, Polarisasi Masyarakat Bisa Semakin Tajam

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Keberpihakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 akan menimbulkan persoalan etika politik yang serius.

Sebelumnya Jokowi mengeluarkan pernyataan yang menyebut presiden boleh berkampanye dan boleh juga memihak dalam Pilpres 2024.

Pengamat Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman mengatakan keberpihakan presiden bisa mengakibatkan polarisasi di masyarakat semakin tajam.

Menurutnya, ungkapan Jokowi itu menambah deretan persoalan etika pada proses pemilu kali ini.

“Pilpres 2024 diawali dengan persoalan etika, dengan kemunculan Gibran Rakabuming Raka sebagai kandidat cawapres, yang notabene adalah anak dari Presiden Jokowi sendiri. Maka apa yang disampaikan Jokowi ini menjadi masalah etika politik serius,” katanya, Rabu (24/1/2024).

Secara umum endorsement yang dilakukan oleh presiden dalam pilpres kepada satu kandidat calon presiden diperbolehkan.

 Baca juga: Jokowi Bilang Presiden Boleh Aktif Menangkan Paslon Tertentu, Kubu AMIN: Praktik Kenegaraan Terburuk

Misalnya Barrack Obama yang pernah melakukan endorsement kepada kandidat Presiden kepada Hillary Clinton saat melawan Donald Trump dalam pilpres di Ameriksa Serikat pada 2016.

Hanya saja dalam politik modern terutama pada sistem republik, keberpihakan politik apalagi kepada mereka yang masih memiliki unsur keluarga dari presiden akan memunculkan persoalan.

Baik secara hukum maupun etika. Apalagi, lanjut Airlangga, hal ini juga berlangsung di tengah maraknya isu intervensi aparat negara yang akan semakin menciderai kualitas pemilu.

Dia menambahkan, jika hal ini benar-benar dipilih Jokowi maka akan melemahkan legitimasi atas hasil dari pilpres 2024.

“Hal-hal seperti ini, alih-alih menyatukan bangsa, keberpihakan Jokowi justru mempertajam polarisasi masyarakat. Apalagi jika berpihak kepada paslon pelanggar etika,” imbuhnya.

Polarisasi yang semakin tajam itu bahkan sudah mulai terlihat ketika Jokowi terkesan ingin melemahkan paslon lain.

Di antaranya, Jokowi yang secara langsung ikut turun ke bawah mendatangi daerah yang disambangi paslon nomor urut 03, Ganjar-Mahfud.

Bahkan untuk memperkuat legitimasi dan pengaruhnya, Jokowi sengaja membagi-bagikan bansos. 

“Ini rentan dimaknai sebagai manuver politik untuk melemahkan dukungan politik terhadap pasangan Ganjar-Mahfud,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos menyebut jika merujuk undang-undang pemilu memang tidak ada aturan secara pasti apakah presiden boleh kampanye atau memihak.

Namun, menurutnya sebagai seorang presiden yang sudah dua periode menjabat semestinya Jokowi bisa bertindak bijak dan menahan diri.

“Sebagai seorang presiden yang sudah dua periode, seharusnya bisa bertindak bijak dan menahan diri. Seharusnya dia bisa tidak cawe-cawe berlebihan dan membiarkan rakyat yang menentukan siapa penggantinya,” kata aktivis yang akrab disapa Coki ini.

Sumebr: wartakota
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita