Sebab, kata pria yang akrab disapa JK itu, sewaktu menjabat wakil presiden mendampingi Joko Widodo atau Jokowi di periode pertamanya, dirinya tak pernah diajak diskusi atau dialog soal pemindahan ibu kota negara.
"Enggak tahu. Tiba-tiba saja (ibu kota) pindah. Tidak ada kesempatan untuk buat dialog atau diskusi, enggak ada," kata JK dalam program Gaspol! Kompas.com yang dikutip pada Kamis (25/1/2024).
Karena itu, JK pada saat itu sempat meminta penjelasan dari sejumlah menteri mengenai alasan memindahkan ibu kota negara.
JK mengaku hanya dirinyalah yang bertanya tentang urgensi memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan.
Menjawab pertanyaannya, menteri-menteri di kabinet saat itu mengatakan bahwa alasan pindah ibu kota karena mencari titik tengah Indonesia yang dinilai berada di Kalimantan Timur, yaitu Penajam Paser Utara.
"Saya tanya ke Sri Mulyani (Menteri Keuangan), katanya, 'Kan bapak juga hadir'. Iya ingat. Saya tanya, apa alasannya pindah?” ucap JK.
“Dia bilang supaya di tengah. Saya bilang kalau mau di tengah Indonesia ya Sulawesi, di Majene. Kalau mau di tengah, ya.”
Lebih lanjut, politikus senior Partai Golkar itu heran karena sepengetahuannya negara-negara yang memindahkan ibu kotanya rata-rata memilih daerah yang lebih sejuk.
Namun, Indonesia justru sebaliknya, pemerintah malah memindahkan ibu kota negara ke daerah yang lebih panas cuacanya.
Sambil berkelakar, JK mengatakan yang membuat cuaca panas di IKN Nusantara karena berada di garis khatulistiwa, ditambah lagi dengan banyaknya tambang batubara di wilayah tersebut.
"Kenapa panas? Karena di atasnya khatulistiwa, di bawahnya batubara," ujar JK sembari tertawa.
Di lain sisi, JK mengungkapkan, sepengetahuannya pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan juga tidak berdasarkan proses penelitian dengan matang di awal.
"Saya waktu itu memang masih di pemerintahan. Tidak pernah ada studi, yang kita tahu. Tidak ada studi yang lengkap dengan penelitian, di mana pindahnya,” tutur JK.
“Mestinya kan butuh penelitian bagaimana airnya. Tidak ada (penelitian). Malah belakangan. jadi Masyaallah.”
Sumber: kompas