GELORA.CO - Para menteri Israel telah mendorong pengusiran warga Palestina dari Gaza.
Israel juga membuat rencana untuk menduduki wilayah Palestina secara permanen.
Bahkan, Israel mendorong Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu paling setia Israel untuk secara terbuka menolak retorika mereka.
Dilansir The New Arab, normalisasi yang mengkhawatirkan atas gagasan relokasi warga Palestina dari Gaza untuk memberi jalan bagi pemukim Israel dapat menyebabkan kemunduran terhadap pendudukan Gaza yang terjadi antara tahun 1967 dan 2005.
Kali ini diketahui Gaza hancur dan sebagian besar penduduk Gaza terusir.
Pada Rabu (3/1/2024), dua menteri Israel menolak kritik AS atas seruan mereka untuk mengusir warga Palestina dari Jalur Gaza.
Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich mengatakan 70 persen warga Israel mendukung solusi kemanusiaan untuk mendorong emigrasi warga Gaza.
“Dua juta orang (warga Palestina di Gaza) bangun setiap pagi dengan keinginan untuk menghancurkan Negara Israel dan membantai, memperkosa, dan membunuh orang Yahudi,” kata Smotrich, seperti diberitakan Anadolu Agency.
Sementara itu, Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir mengatakan pemerintah Israel akan melakukan yang terbaik untuk Negara Israel.
Hal ini mengacu pada seruannya untuk mengosongkan Gaza.
“Saya sangat mengapresiasi Amerika Serikat, namun dengan segala hormat, kami bukan sekadar bintang di bendera Amerika,” ungkap Ben-Gvir.
Penolakan AS
Amerika Serikat (AS) menolak pernyataan "tidak bertanggung jawab" dari dua menteri Israel tentang pengusiran warga Palestina dari Gaza.
Pernyataan ini merupakan tanggapan atas komentar para pejabat garis keras Israel termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang menyerukan evakuasi sukarela warga Palestina dari Gaza dan mendesak berbagai negara untuk menerima warga Palestina dari Gaza.
“Amerika Serikat menolak pernyataan baru-baru ini dari Menteri Israel Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir yang menganjurkan pemukiman kembali warga Palestina di luar Gaza,” ujar Juru Bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller dalam sebuah pernyataan, Selasa (2/1/2024).
“Retorika ini menghasut dan tidak bertanggung jawab,” lanjutnya.
Ia secara terpisah menekankan bahwa seharusnya tidak ada pengungsian massal warga Palestina dari Gaza.
AS telah diberi tahu oleh pemerintah Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, bahwa pernyataan seperti itu tidak mencerminkan kebijakan pemerintah Israel.
“Kami sudah jelas, konsisten, dan tegas bahwa Gaza adalah tanah Palestina dan akan tetap menjadi tanah Palestina, dengan Hamas tidak lagi mengendalikan masa depannya dan tidak ada kelompok teror yang dapat mengancam Israel,” bunyi pernyataan tersebut.
Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.
Serangan gencar Israel telah menyebabkan kehancuran di Gaza, dengan 60 persen infrastruktur di daerah kantong tersebut rusak atau hancur, dan hampir 2 juta penduduk mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Diberitakan Al Jazeera, sebanyak 22.313 orang telah tewas dan 57.296 luka-luka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Kemudian, jumlah korban tewas yang direvisi dari serangan 7 Oktober terhadap Israel mencapai 1.139 orang.
Sebanyak 14 orang tewas dan sejumlah orang terluka dalam pemboman Israel terhadap sebuah rumah milik keluarga Salah di sebelah barat Khan Younis.
Sembilan anggota Hizbullah tewas dalam serangan Israel pada hari Rabu di tengah bentrokan perbatasan Lebanon.
Pemimpin Hizbullah Nasrallah mengatakan para pejuangnya tidak takut perang, namun menghindari pernyataan bahwa pasukannya akan meningkatkan serangan setelah terbunuhnya Saleh al-Arouri.
Sumber: Tribunnews