Houthi Tak Mundur, Aliansi Laut Merah Pimpinan AS Gagal, Laksamana Italia: Kelemahan NATO Terungkap

Houthi Tak Mundur, Aliansi Laut Merah Pimpinan AS Gagal, Laksamana Italia: Kelemahan NATO Terungkap

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Amerika Serikat (AS) merespons aksi blokade Laut Merah kelompok Ansarallah (Houthi) Yaman untuk mendukung Gaza dengan membentuk koalisi besar angkatan laut bulan lalu.

Aliansi itu diklaim bertujuan untuk menjamin keamanan maritim di Laut Merah di tengah serentetan serangan yang menargetkan kapal komersial Israel dan tujuan Israel oleh milisi Houthi Yaman.

Koalisi tersebut dinilai gagal setelah beberapa sekutu utama AS menarik diri, sementara sekutu lain AS hanya mengirim segelintir pelaut tanpa kapal.

"Kegagalan negara-negara Barat membentuk koalisi untuk mengamankan Laut Merah adalah tanda yang mengkhawatirkan bagi persatuan NATO dan Uni Eropa," kata Luigi Binelli-Mantelli, pensiunan laksamana Italia dan mantan kepala staf Angkatan Laut Italia dan Staf Pertahanan Italia.

“Prancis dan Italia tidak akan bergabung dengan koalisi pimpinan AS di Laut Merah. Hal ini tidak akan berdampak dari sudut pandang teknis operasional, karena angkatan laut terlatih dengan baik untuk mengoordinasikan tindakan mereka bahkan di luar rantai komando tertentu, namun secara politis ini adalah bukti lemahnya kohesi kita sebagai mitra NATO dan UE,” ujar mantan petinggi angkatan laut itu.

“Kita harus mengatasi (krisis Laut Merah) karena ini tidak hanya ditujukan terhadap Israel, ini merupakan tantangan langsung bagi semua negara Barat, menguji tekad dan kohesi kita untuk melindungi perekonomian kita serta nilai-nilai dan cara hidup kita bersama,” tambah Binelli- Mantelli menyarankan.

Laksamana tersebut mendorong blok Barat untuk merevisi dan memperluas perannya dalam stabilitas dan keamanan dunia.

Dia juga meminta NATO untuk bangun dari impian ekumenisnya dan berpikir dua kali mengenai soliditasnya sendiri yang mungkin mengacu pada upaya negara-negara Eropa untuk melakukan hal yang sama.

Untuk itu dia menyarankan negara Eropa menciptakan kekuatan militer gabungan yang berbasis di struktur UE daripada hanya mengandalkan NATO dan AS.

Houthi Ancam Laut Merah Jadi Kuburan Kapal-Kapal AS dan Sekutunya 

Koalisi bertajuk 'Operation Prosperity Guardian' yang dipimpin Washington memiliki kendala teknis dan operasional setelah diumumkan bulan lalu

Sekutu utama Barat termasuk Italia, Perancis dan Spanyol menolak untuk bergabung, sementara negara lain termasuk Belanda, Norwegia, Australia, dan Kanada hanya memberikan sedikit personel militer, tetapi tidak ada kapal perang.

Houthi Yaman – milisi Syiah yang memulai serangan pembajakan, serangan drone dan rudal terhadap kapal komersial milik Israel atau dalam perjalanan ke atau dari Israel pada November sebagai bentuk solidaritas dengan warga Gaza, telah mengancam akan mengubah Laut Merah menjadi “kuburan” koalisi jika negara-negara Barat berupaya menyerang Yaman.

Kebuntuan antara AS dan milisi berubah menjadi mematikan pada 31 Desember setelah sepuluh orang Houthi yang menaiki kapal kecil yang berusaha merebut sebuah kapal komersial terbunuh oleh helikopter yang diluncurkan dari kelompok penyerang kapal induk AS.

Namun kelompok Houthi tidak mundur dan tetap melakukan perlawanan, berjanji untuk terus menargetkan kapal komersial Israel dan afiliasinya.

Houthi juga memperingatkan Laut Merah juga akan menjadi tidak aman bagi negara-negara yang ikut serta dalam koalisi pimpinan AS.

Aksi milisi Yaman di Laut Merah itu telah menyebabkan perusahaan pelayaran besar menghentikan operasi melalui Laut Merah, memaksa kapal-kapal melakukan perjalanan jauh antara Eropa dari Asia di sekitar Afrika bagian selatan.

Alhasil, perubahan jalur pelayaran ini menambah jarak ribuan mil laut, waktu berhari-hari atau berminggu-minggu dan biaya pengiriman jutaan dolar per perjalanan.

Surat kabar Spanyol El Pais melaporkan pekan lalu bahwa setidaknya 18 perusahaan pelayaran terpaksa mengubah rute kapal hingga saat ini.

"Aksi Houthi (di Laut Merah) sejauh ini telah menyebabkan biaya pengiriman global meningkat sekitar 170 persen sejauh ini.

Sumber: tribunnews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita