Hotman Paris Sebut Ada Pejabat Negara Bikin Jokowi Marah, Sembunyikan Informasi Pajak Hiburan

Hotman Paris Sebut Ada Pejabat Negara Bikin Jokowi Marah, Sembunyikan Informasi Pajak Hiburan

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Pengusaha club malam sekaligus pengacara Hotman Paris Hutapea menyampaikan Presiden Joko Widodo tak mengetahui kebijakan tarif pajak hiburan yang naik 40 sampai 75 persen.

Tarif pajak baru itu sesuai UU Nomor 1 Tahun 2022 atau dikenal dengan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Hotman mengklaim Jokowi marah karena tidak mengetahui detail beleid itu khususnya terkait kenaikan pajak hiburan.

Hal itu disampaikan usai melakukan pertemuan dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat (26/1/2024).


“Kita kemarin ketemu bapak Mendagri, hari ini ketemu pak Menko Pak Luhut. 2-2 nya sependapat angka 40 persen itu tidak masuk di akal,” kata Hotman.

“Sekali lagi, Pak Jokowi juga marah (soal pajak hiburan)," sambungnya

Hotman menduga ada pejabat yang menginisiasi agar industri hiburan tutup.

Menurutnya, hal itu berkaitan dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 atau UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang tidak disampai ke Presiden Jokowi.

"Analisa kami, bukan analisa pak menteri. Analisa kami dan analisa beberapa ahli sepertinya memang ada oknum tertentu yang menginginkan bisnis ini tutup di Indonesia," ujar dia.


"Sepertinya waktu itu pembahasannya enggak sampai ke level atas bahkan menurut sumber yang saya tau resmi dari istana presiden pun tidak tahu soal itu. Berarti ada oknum pejabat bawahan yang tidak melaporkan secara detil," tukasnya.

Saat ditanya siapa oknum pejabat yang dimaksud, Hotman enggan memberikan respons lebih jauh.

Kata dia, dalam setiap pembuatan undang-undang, pastinya ada pejabat dari pemerintahan atau kementerian terkait yang terlibat.

Hotman pun meminta wartawan untuk menyimpulkan sendiri kementerian apa yang dimaksudnya tersebut.


“Anda sudah tahulah kalau menyangkut undang-undang ini siapa kementeriannya cuma kebetulan sekarang rada-rada berbeda haluan,” lanjutnya.

"Saya mohon ke Pak Jokowi untuk memeriksa dan mengganti pejabat yang menyetujui UU No. 1 Tahun 2022 tanpa melakukan sosialisasi," papar Hotman.

Pemilik HW Group itu meminta para Gubernur, Walikota dan Pemerintah Daerah (Pemda) agar menerapkan pasal 101 ayat 3 UU HKPD.

Artinya, Pemda dapat merefleksi kebijakan tarif pajak 40 sampai 75 persen itu.

"Kita minta kepada seluruh Gubernur, Pemda laksanakan pasal 101 ayat 3 yang mengatakan Gubernur, Bupati, Walikota berhak secara jabatan tanpa kami minta kalau masih ada kesadaran untuk tidak mengikuti 40 persen tapi kembali ke tarif lama bahkan menghapus itu adalah perintah UU," ujar Hotman.

Dia menuturkan apabila ada Bupati, Walikota, Gubernur yang masih ragu-ragu tolong baca pasal tersebut di mana pemimpin daerah bisa memakai tarif lama secara jabatan diumumkan tanpa harus diminta.

Komisaris Utama Black Owl Efrat Tio menyatakan bahwa reservasi dan tingkat kunjungan sudah turun drastis imbas dari kebijakan pungutan pajak hiburan 40 persen.

Eftar menyebut klien yang hendak melakukan reservasi juga meminta surat pernyataan bahwa pungutan pajak tetap menggunakan tarif lama.

Bila tidak, mereka akan melakukan cancel.

“Sekarang saja baru sosialisasi omzet sudah turun 30-40 persen apalagi nanti kalau tarif pajak ini sudah dilaksanakan,” ungkapnya.

Adapun penerapan Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) dengan tarif minimum 40 persen dan maksimal 75 persen bagi pelaku usaha karaoke, diskotek, spa, dan kelab malam menuai protes keras.

Ketentuan tarif pajak hiburan paling kecil 40 persen ini diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 atau juga dikenal dengan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).


Besaran tarif pajak hiburan yang terbaru ini diteken Presiden Jokowi pada 5 Januari 2022 lalu dan mulai diundangkan di tanggal yang sama.

Tarif pajak hiburan maksimal 75 persen sejatinya sudah ada sejak lama yang diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2009 atau UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Setelah UU HKPD ini berlaku, Pemprov Jakarta menaikkan pajak hiburan sebesar 40 persen dari sebelumnya dikenakan 25 persen karena harus menyesuaikan dengan ketentuan tarif pajak minimal dalam UU HKPD.

Ajukan Judicial Review
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani menyatakan pihaknya tengah mengajukan judicial review ketentuan pajak hiburan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar aturan tersebut dibatalkan.

Proses judicial review membutuhkan waktu yang cukup panjang

Untik itu Hariyadi mengatakan, Menko Luhut akan mengeluarkan surat edaran kepada para kepala daerah untuk memberikan insentif fiskal.

Pada Pasal 101 UU HKPD menyatakan pemerintah daerah dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha dan jasa hiburan, berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan atau sanksinya.

"Kami memohonkan kepala daerah bisa mengeluarkan insentif fiskal berdasarkan kewenangannya karena dengan tarif yang baru ini betul-betul memberatkan industri diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa yang menampung banyak sekali pekerja," ujarnya.

GIPI bersama pengusaha industri hiburan sebelumnya mengunjungi kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membahas hal yang sama.

Sumber: Tribunnews

Pemerintah pun sedang menyiapkan insentif fiskal terhadap pajak penghasilan (PPh) badan untuk penyelenggara jasa hiburan.

Sektor pariwisata akan diberikan insentif berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 10 persen dari PPh Badan, sehingga besaran PPh Badan yang besarnya 22 persen akan menjadi 12 persen

Sumber: Tribunnews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita