Pantun tersebut dibacakan saat kampanye akbar PDI Perjuangan di Alun-alun Wates, Kulon Progo, Minggu (30/1/2024).
Butet berpendapat, sebagai seniman maka dirinya berhak secara bebas menyalurkan ekspresinya.
"Saya cuma menyatakan pikiran saya. Itu kebebasan berekspresi yang dijamin Undang-undang Dasar 1945. Saya bisa mengartikulasikan pikiran secara bebas. Saya penulis, bisa secara bebas menuliskan puisi, pantun, cerpen," kata Butet saat ditemui di kediamannya, Selasa (30/1/2024).
Butet Kartaredjasa dilaporkan oleh relawan Jokowi ke Polda DIY atas dugaan pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan perbuatan tidak menyenangkan.
Dasar laporannya, Butet Kartaredjasa dalam pengantar pantunnya melontarkan pertanyaan kepada peserta kampanye tentang kebiasaan Presiden Jokowi yang selalu menguntit kemanapun calon presiden (capres) nomor 03, yakni Ganjar Pranowo berkampanye, termasuk saat kampanye akbar di Yogyakarta.
Ia menganalogikan bahwa yang suka menguntit termasuk wedhus atau kambing.
"Kata-kata binatang yang mana? Wedhus? (Kambing) Lah, nek ngintil (kalau sukanya ngikut) itu siapa? Kan saya hanya bertanya kepada khalayak. Yang ngintil siapa? Wedhus, berarti yang tukang ngintil kan wedhus. Tafsir saja. Apa saya nyebut nama Jokowi? Saya bilang ngintil kok," jelasnya.
Ia mengakui pantun yang dibaca saat kampanye akbar tersebut sengaja disiapkan sebagai bahan orasi.
Namun untuk pernyataan pengantar pantun yang menyinggung Presiden Jokowi seperti halnya binatang, hal itu diakuinya muncul secara spontan.
"Kalau pantun itu jelas disiapkan. Narasi sebelum membaca itu jelas spontan, kan mengantar pembacaan pantun," ujarnya.
Butet menuturkan alasan mengkritisi Presiden Jokowi bukan semata-mata menjilat kelompok tertentu yang anti Jokowi.
Melainkan, kritiknya diungkapkan atas dasar rasa sayangnya kepada Presiden Jokowi.
"Diingatkan secara sopan, secara alus nggak mau dengerin, dialus nggak iso, rodo kasar (agak kasar) justru karena saya menyayangi Jokowi maka saya kritik. Saya bukan jenis penjilat. Ketika dia (Presiden) semula lurus lalu bengkok, maka wajib orang yang mencintai ini mengingatkan," terang Butet Kartaredjasa.
Ia juga mengaku sudah putus asa untuk mengingatkan Presiden Jokowi.
Sebab itu, pentolan Teater Gandrik yang satu ini melontarkan kritik pedas melalui pantun dikampanye PDIP bebrapa hari lalu.
"Iya, putus asa saya sekarang. Sudah nggak ada harapan. Levelnya sudah melukai demokrasi. Saya termasuk aktivitis 1998 berjuang bersama kawan lain untuk membangun demokrasi Indonesia. Berhasil membangun sampai sekarang punya MK, Ombudsman, bisa mengontrol kepolisian, itu perjuangan teman-teman aktivis 98. Terus dikhianati, diakal-akalin siapa yang gak marah?" tegas Butet.
Menurutnya kehidupan demokrasi yang sudah terbangun saat ini terganggu dengan iklim politik yang tidak sehat seperti sekarang ini. (*)
Sumebr: tribunnews