Viral 5 Mayat di Unpri Ternyata untuk Praktik Kuliah, Buya Yahya: Boleh Kalau Kafir Harbi

Viral 5 Mayat di Unpri Ternyata untuk Praktik Kuliah, Buya Yahya: Boleh Kalau Kafir Harbi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Misteri terkait temuan lima mayat di Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan, Sumatera Utara (Sumut) akhirnya terkuak. Rupanya itu adalah kadaver, yakni jenazah tanpa identitas yang kerap digunakan untuk keperluan ilmu kedokteran. 

Seperti diketahui, kasus temuan lima mayat atau kadaver di Unpri Medan ini telah menyita perhatian publik. 

Itu bermula dari beredar video di media sosial, yang memperlihatkan ada dua mayat di lantai sembilan kampus Unpri Medan, beberapa hari lalu. 

Dua mayat tersebut ditemukan dalam kondisi membusuk, di bak penampungan air. 

Nah setelah diusut polisi, ternyata ada lima jenazah di kampus tersebut. Empat di antaranya berjenis kelamin pria, dan satu lagi wanita. 

Belakangan diketahui, rupanya itu adalah mayat tanpa identitas yang digunakan mahasiswa kedokteran untuk praktikum ilmu anatomi. Dalam bahasa medisnya disebut cadaver atau kadaver.

Lantas bagaimana pandangan Islam terkait kadaver? Lalu apakah mayat boleh diperjualbelikan?

Menanggapi hal tersebut, pendakwah Buya Yahya rupanya sempat membahasnya lewat chanel YouTube Al Bahjah TV berjudul Hukum Menjual Mayat Untuk Praktik Dokter.

Pengasuh Ponpes Al Bahjah itu mengatakan, bahwa mayat tidak boleh diperjualbelikan.

"Mayat tidak ada yang punya tidak boleh diperjualbelikan. Tapi mayat harus dihormati, dikafani, dirawat dan sebagainya bukan untuk diperjualbelikan," katanya dikutip siap.viva.co.id pada Rabu, 13 Desember 2023. 

Lalu bagaimana kalau untuk praktek kedokteran? Buya, mengatakan, itu biasanya adalah boleh kita menggunakan mayat untuk menjaga kehidupan. 

"Jadi dokter biar tahu karena anatomi tubuh, barangkali lihat apa operasi dan segala macam," jelasnya. 

Biasanya, lanjut Buya Yahya, itu bukan beli mayat. 

"Biasanya itu adalah mayat-mayat tidak punya sanak sahabat dan sanak saudara, tapi terus dipantau oleh lembaga tertentu oleh negara dan sebagainya," tutur dia.

"Kemudian, fakultas kedokteran yang sudah jelas dan ada tujuannya bukan sekedar main-main. Biasanya seperti itu, dan boleh," sambungnya.

Bahkan menurut Buya Yahya, sangat boleh adalah mayat orang yang kafir harbi, yakni mereka yang memerangi Islam.

Tapi, kalau kafir jimmy (non muslim yang hidup berdampingan secara rukun) tidak boleh. 

"Kalau kafir harbi yang kurang ajar sama umat Islam boleh, karena dia perangi umat Islam," ujarnya. 

Kemudian, jika mayat itu tidak tahu rimbanya. Sejumlah ulama sepakat, itu dibolehkan. 

"Karena tidak ada yang tersakiti. Kemudian tujuannya adalah mulia (untuk ilmu pengetahuan)." 

"Tapi kalau bapak kita, anak kita untuk anatomi, ya itu kurang ajar. Atau seorang bapak kasihkan anaknya untuk itu (kadaver), nah itu kurang ajar tidak punya kasih sayang," sambungnya. 

Dengan demikian, lanjut Buya, biasanya mayat yang digunakan untuk keperluan ilmu kedokteran itu biasanya mereka tidak bertuan. 

"Kalau tujuannya untuk medis boleh. Tapi siapa dulu mayat yang tidak bertuan? Itu adalah mayat yang tidak punya sanak kerabat, saudara ataupun mayat orang kafir harbi. Kafir harbi yang memerangi kita, jadi boleh," jelasnya.

"Cuma biasanya binatang dulu, mungkin ada kemiripan kemiripan dan sebagainya. Jadi boleh dibahas para ulama demikian. Wallahualam," timpalnya lagi.

Sumber: viva
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita