GELORA.CO – Sejak 2011, Gunung Marapi di Sumatera Barat selalu berstatus level II atau waspada. Dengan status tersebut, aktivitas pendakian seharusnya tidak diperbolehkan hingga radius 3 kilometer dari kawah.
Faktanya, setelah erupsi Marapi pada Minggu (3/12) siang, diketahui banyak pendaki yang melewati batas jarak berbahaya tersebut.
Hingga kemarin (4/12), sebelas pendaki ditemukan dalam keadaan meninggal.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan menuturkan, berdasar informasi dari relawan yang melakukan evakuasi, terdapat korban yang ditemukan di jarak antara 1 hingga 1,5 kilometer dari puncak. ”Korban terdampak paling parah di jarak itu,” ungkapnya.
Diketahui, terdapat 75 pendaki saat Marapi erupsi. Hingga berita ini ditulis tadi malam, masih ada 12 pendaki yang belum ditemukan. Tidak hanya itu, di antara sebelas pendaki yang ditemukan dalam kondisi meninggal, belum seluruhnya berhasil dievakuasi ke posko lapangan.
Kepala Kantor SAR Padang Abdul Malik menyampaikan, sekitar pukul 07.10 kemarin, pihaknya mendapat laporan temuan sebelas pendaki yang meninggal dan tiga pendaki selamat. Laporan itu diterima ketika tim SAR gabungan mencari 26 pendaki yang belum turun dari Gunung Marapi. ”Pukul 17.30, kami menerima info dari posko lapangan bahwa tiga dari sebelas korban yang meninggal dunia telah berhasil dievakuasi,” ungkapnya tadi malam. Para korban langsung dibawa ke RSUD dr Achmad Mochtar Bukittinggi.
Padang Ekspres melaporkan, tiga korban meninggal berhasil diturunkan dan sampai di Pos Pendakian Batu Palano, Kecamatan Sungai Pua, sekitar pukul 17.00. Korban langsung dimasukkan ambulans dan dibawa ke RSUD dr Achmad Mochtar (RSAM).
”Ketiganya sudah di RSAM untuk dibersihkan, diidentifikasi, setelah berhasil dievakuasi oleh tim dan petugas,” kata Kepala Markas PMI Bukittinggi Ahmad Jais.
Jenazah pendaki korban erupsi Marapi diserahkan ke petugas Disaster Victim Identification (DVI) Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Sumbar. Hingga berita ini ditulis, belum diketahui identitas para korban.
Dia menjelaskan, jika Marapi terus erupsi, proses evakuasi akan terhambat. Kendala lain yang dijumpai di lokasi adalah sukarnya medan dan licin sehabis diguyur hujan pada Minggu malam.
Sementara itu, Ardizal Datuak Panghulu Kayo, salah seorang relawan yang ikut dalam proses evakuasi, mengungkapkan bahwa jalanan menuju ke puncak dalam kondisi licin. Menurut dia, masih ada korban di kawasan puncak, tapi sulit dievakuasi karena erupsi masih berlangsung. ”Selain asap erupsi, juga hawa panas. Jadi, sangat sulit menuju ke korban karena terhalang oleh situasi dan kondisi tersebut,” ujarnya.
Operasi SAR sempat terhenti lantaran kembali terjadi erupsi. Namun, kemudian dilanjutkan dengan fokus mengevakuasi korban selamat dan korban meninggal. Para korban itu ditemukan pada titik koordinat 0°23’23.73”S–100°26’57.72”T. Lokasi itu berada dalam radius 1–1,5 kilometer dari kawah puncak Gunung Marapi.
Lokasi penemuan para korban tersebut menjadi catatan. Itu menunjukkan ada larangan yang diterobos. Yakni, larangan masuk dalam radius 3 kilometer dari puncak.
Hendra Gunawan menjelaskan, aturan tidak boleh naik dengan jarak tersebut diberikan PVMBG untuk instansi terkait. ”Larangan dari PVMBG itu sifatnya rekomendasi ke instansi terkait,” paparnya dalam konferensi pers via daring kemarin.
Dia mengakui bahwa status waspada Gunung Marapi telah bertahan 12 tahun. Dari statistik PVMBG, diketahui bahwa selama ini tidak terdapat dampak sama sekali dari letusan Marapi di radius lebih dari 3 kilometer. Yang terkena dampak selalu berada di dalam radius 3 kilometer. ”Begitu karakter dari Gunung Marapi,” jelasnya.
Karakter lain erupsi Gunung Marapi adalah didominasi aliran lava dan jatuhan material. Sangat sedikit awan panas. ”Secara visual kawah Gunung Marapi ini tidak terlihat ada apa-apa. Secara kegempaan terjadi sebulan sekali. Inilah yang menjadi dasar status waspada,” urainya.
Berdasar data PVMBG, sejak 2011 hingga 2018 terjadi lima kali erupsi Marapi. Yakni, pada 2011, 2012, 2014, 2017, dan 2018. Kemudian, terjadi jeda sekitar empat tahun dan kembali erupsi pada Desember 2023. ”Saat tidak meletus itu bukannya aman, malah tidak aman. Karena bersifat akumulasi, menjadi lebih kuat erupsinya. Akumulasi gas di dasar kawah,” jelasnya.
Sementara itu, ahli geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Eko Teguh menyampaikan, dalam status waspada KRB III atau kawasan yang sangat berpotensi dilanda awan panas, aliran lava, atau lontaran abu vulkanis, masyarakat tidak direkomendasikan untuk beraktivitas di sana. ”Artinya, pendakian di radius 3 kilometer tidak dibenarkan,” jelasnya.
Karena itu, lanjut dia, dapat dipastikan terjadi pelanggaran prosedur operasional standar (POS). Pelanggaran itu tidak hanya dilakukan masyarakat yang naik ke radius 3 kilometer, tapi juga para pihak yang tidak memberikan informasi.
Dia mengatakan, seharusnya instansi terkait mengingatkan dan memberitahukan larangan untuk mendaki hingga radius 3 kilometer dari puncak.
Untuk diketahui, instansi yang berwenang dalam mengatur pendakian adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dalam hal ini BKSDA Sumatera Barat. Sayang, saat hendak dikonfirmasi terkait pendaki yang masih bisa naik hingga radius 3 kilometer, Pelaksana Harian BKSDA Sumatera Barat Eka Damayanti tidak merespons. Panggilan telepon dan pesan singkat dari Jawa Pos tidak dibalas.
Sesuai data Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 75 pendaki yang naik ke Gunung Marapi saat terjadi erupsi. Data tersebut berbeda dengan yang disampaikan BKSDA Sumatera Barat, yakni hanya 70 pendaki. Data BNPB, 54 pendaki masuk dari pintu Batu Palano dan 21 orang masuk dari pintu Koto Baru.
Dari 75 pendaki tersebut, telah dievakuasi turun sebanyak 49 orang dalam keadaan selamat. Lalu, terdapat 2 pendaki selamat yang masih proses evakuasi, 1 orang selamat telah dievakuasi, 3 orang meninggal sudah dievakuasi, 8 orang meninggal dalam proses evakuasi, serta 12 orang masih dalam pencarian. ”Korban meninggal dalam proses identifikasi,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.
Sumber: jawapos