GELORA.CO - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres secara resmi menetapkan serangan Israel ke Gaza sebagai ancaman mendesak terhadap keamanan global. Ia mengaktifkan Pasal 99 PBB yang merupakan sinyal bahaya soal keamanan dunia.
Pasal 99 dari Bab XV Piagam Pendirian PBB tersebut sangat jarang digunakan. Ia hanya digunakan pimpinan PBB jika ada kondisi di dunia yang benar-benar mengancam perdamaian dunia secara keseluruhan. Penggunaan pasal itu merupakan langkah diplomatik pamungkas yang bisa dijalankan PBB untuk menghentikan perang.
Sejak menjabat pada 2017, ini pertama kalinya Guterres menggunakan pasal tersebut. Bahkan saat Rusia menyerang Ukraina pada 2021 lalu, pasal ini tak digunakan. Dengan pasal ini, Sekjen PBB akan memanggil Dewan Keamanan PBB untuk menyoroti berbahayanya serangan Israel ke Gaza.
“Saya menulis berdasarkan Pasal 99 Piagam PBB untuk meminta perhatian Dewan Keamanan mengenai suatu masalah yang, menurut pendapat saya, dapat memperburuk ancaman yang ada terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,” bunyi surat yang dilansir PBB, Kamis (7/12/2023).
"Ini penting. Penduduk sipil harus terhindar dari bahaya yang lebih besar. Dengan gencatan senjata kemanusiaan, sarana untuk bertahan hidup dapat dipulihkan, dan bantuan kemanusiaan dapat disalurkan dengan aman dan tepat waktu di seluruh Jalur Gaza,” katanya.
ia kemudian memaparkan kondisi di Gaza yang kian memprihatinkan. “Lebih dari 15.000 orang dilaporkan meninggal, lebih dari 40 persen di antaranya adalah anak-anak. Ribuan lainnya terluka. Lebih dari separuh rumah telah hancur. Sekitar 80 persen dari 2,2 juta penduduk telah terpaksa mengungsi ke wilayah yang semakin kecil.”
Menurutnya, lebih dari 1,1 juta orang mencari perlindungan di fasilitas UNRWA di seluruh Gaza, sehingga menciptakan kondisi yang penuh sesak, tidak bermartabat, dan tidak higienis. “Yang lainnya tidak punya tempat untuk berlindung dan mendapati diri mereka berada di jalanan. Sisa-sisa perang yang bersifat eksplosif membuat wilayah tersebut tidak dapat dihuni. Tidak ada perlindungan efektif terhadap warga sipil.”
Guterres juga memperingatkan dalam suratnya bahwa sistem layanan kesehatan di Gaza sedang runtuh. “Rumah sakit telah berubah menjadi medan pertempuran. Hanya 14 rumah sakit dari 36 fasilitas yang berfungsi sebagian. Dua rumah sakit besar di Gaza selatan beroperasi dengan kapasitas tiga kali lipat dari kapasitas tempat tidurnya dan kehabisan pasokan dasar dan bahan bakar. Mereka juga melindungi ribuan pengungsi. Dalam kondisi seperti ini, akan lebih banyak orang meninggal tanpa pengobatan dalam beberapa hari dan minggu mendatang.”
"Kita menghadapi bahaya besar berupa runtuhnya sistem kemanusiaan. Situasi ini dengan cepat memburuk menuju bencana yang mungkin mempunyai konsekuensi yang tidak dapat diubah bagi dunia." Palestina dan untuk perdamaian dan keamanan di kawasan."
Anthony Arend dari Universitas Georgetown menuturkan kepada Aljazirah bahwa langkah Guterres tersebut sangat penting. Menurutnya, tindakan itu akan memaksa diskusi mengenai perang di Dewan Keamanan PBB.
Arend mengakui bahwa dengan keputusan tersebut, Guterres masih tidak bisa memaksa Dewan Keamanan untuk mengadopsi resolusi tertentu. “Tapi Sekjen PBB bisa memaksakan sebuah diskusi, dia bisa menyatukan semua pihak dan mendorong mereka untuk mencapai semacam kompromi. Namun karena adanya veto di Dewan Keamanan, satu-satunya cara Dewan Keamanan dapat mengambil resolusi substantif mengenai masalah ini adalah dengan memilih untuk tidak memveto masing-masing dari lima anggota tetap.”
Ia juga mengakui bahwa akan “sangat, sangat menantang” bagi anggota tetap AS, Rusia, Cina, Perancis dan Inggris untuk menyepakati sebuah resolusi. “Paling tidak Sekjen bisa mengemukakan persoalan, menyampaikan informasi, menyajikan data yang perlu disampaikan, tidak hanya kepada Dewan Keamanan, tetapi kepada dunia secara keseluruhan,” tambah Arend.
Aksi Sekjen PBB mengaktifkan Pasal 99 tersebut langsung ditengtang Israel. Utusan Israel di PBB, Gilad Erdan menyebut tindakan Guterres sebagai “bukti lebih lanjut” dari “distorsi moral dan biasnya terhadap Israel”.
“Seruan Sekretaris Jenderal untuk melakukan gencatan senjata sebenarnya adalah seruan untuk mempertahankan teror Hamas di Gaza,” katanya dalam cicitan di X.
Erdan telah memimpin seruan para pejabat Israel agar Guterres mengundurkan diri. Dalam pernyataan terbarunya, ia mengulangi seruannya, menggambarkan Guterres sebagai sekretaris jenderal “yang bertindak sesuai dengan naskah yang ditulis oleh Hamas”.
Sumber: republika